Sewaktu saya SD dulu, ada lomba mata pelajaran tingkat kecamatan. Saya mewakili sekolah untuk bertanding di mata pelajaran Bahasa Indonesia. Lumayan, juara 2. Sebenarnya di tes tertulis, nilai saya tertinggi dibanding peserta lain. Entah kenapa jadi juara dua. Sempet ga rela sih, heuheu. Tapi Alhamdulillah, meski cuma juara 2, secara kumulatif (ditambah skor teman-teman saya yang menjuarai mata pelajaran lain), sekolah saya menyabet juara umum.
Sebagai anak SD saat itu saya belum concern sama yang namanya bakat dan minat. Saya ga tau kenapa saya yang ditunjuk untuk ikutan lomba mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mungkin cuma guru saya yang tahu.
Sejak kecil saya suka menulis diary, meskipun semakin dewasa semakin jarang.
Saya banyak menulis cerita saat SMA. Saya pernah membuat cerpen yang terinspirasi dari sahabat saya. Cerpen itu tidak saya selesaikan. Malah kemudian adik saya diam-diam yang membuat endingnya dan mengirimkannya ke majalah Kawanku. DAN DIMUAT DONG!
Sampai saat itu saya belum merasa "punya bakat". Apalagi mengingat fakta bahwa adik saya juga suka (dan sering) menulis. Beberapa kali tulisannya dimuat di media massa. Saya yakin 100% cerpen itu dimuat di Kawanku karena ending buatannya yang (menurut saya) kocak dan sangat amat unpredictable. Tak diragukan lagi, adik saya memang berbakat menulis.
Pertama kali saya merasa "kayaknya ada bakat nih di dunia tulis menulis" adalah saat kuliah tingkat pertama. Dosen mata kuliah Dasar-Dasar Penulisan memberi nilai yang sangat bagus dengan catatan yang membuat saya terharu. Sial banget saya ga sempat menyalin apa yang beliau tulis itu. Padahal saya butuh hal-hal seperti itu karena saya orangnya minderan parah. Jadi kalau dapet pujian suka pengen diinget-inget untuk nge-boost rasa pede.
Beliau menulis satu kalimat yang kira-kira bermakna, "Kalau kamu serius di bidang ini, insya Allah kamu bisa sukses" (Eh, kenapa nadanya kayak ramalan gitu yak? Huehehehehe. Pokoknya gitu lah. So sweet banget kan? :D).
Beberapa waktu lalu "ramalan" itu diperkuat dengan fakta fisiologis ini:
Perhatikan telapak tangan kanan kita. Orang yang jari manisnya lebih panjang daripada telunjuk, lebih baik dalam bidang yang berkaitan dengan angka. Sebaliknya, jika telunjuk lebih panjang daripada jari manis, ia lebih baik dalam bidang bahasa.
And you know what? This is my hand:
I have literacy hand!
...bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar