Tapi harus saya akui, Ashraf cukup tampan dan saya kagum saat dia bisa menghilangkan aksen Malaysianya saat berakting di sinetron Indonesia. Terhadap BCL saya pun salut dengannya yang fokus serta produktif berkarya (terutama film) dan tidak pernah mencari sensasi.
Mungkin yang bikin mata saya berkaca-kaca setiap baca atau nonton berita tentang meninggalnya Ashraf adalah karena saya merasa relate dengan mereka sebagai pasangan, sebagai keluarga.
Dengan mudah saya bisa memposisikan diri ada di posisi BCL.
Sama-sama bahagia punya suami yang mesra,
Sama-sama punya satu anak laki-laki.
Bahkan kalau punya umur, saat saya nanti usia 36 tahun (seperti BCL saat ini), Kakang pun akan berusia 9 tahun (seperti Noah Sinclair saat ini).
Berpikir lebih jauh, apa yang menimpa Ashraf sangat bisa dialami suami saya.
Ashraf bergaya hidup sehat.
Sementara suami saya perokok, kadang-kadang kadar kolesterolnya tinggi, dan nyaris ga pernah olahraga. Dulu dia juga sempat merasa sakit di dada kiri tapi dokter spesialis jantung tidak menemukan masalah padanya.
Gimana saya gak baper?
Pada akhirnya, kita harus mengakui bahwa manusia begitu lemah.
Bahwa manusia hanya bisa berikhtiar, dan Allah sajalah yang membuat segala ketetapan.
Bahwa kematian bisa menjemput kapan saja meskipun kita sehat, punya uang, kenyang, terlindung dalam rumah yang aman dan nyaman, berada bersama keluarga.
Jadi inget quote ini,
Bekerjalah seolah-olah kau akan hidup selamanya,
Beribadahlah seolah-olah kau akan mati besok.
Mengutip juga pesan BCL pada sesama artis yang melayat,
"Take care of each other. We never know."
sumber : https://www.instagram.com/bclsinclair |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar