Sabtu, 25 September 2010

Melamar-Melamar Kerja


(Catatan: Tulisan ini aku buat sebagai hadiah kelulusan untuk para sahabatku.. )
Begitu aku dinyatakan lulus sidang skripsi, aku menyimpan skripsiku alih-alih merevisinya. Aku memang berencana fokus nyari kerja dulu. Ga mau nganggur, ceritanya.
Aku ikut beberapa kali jobfair. Hmm.. tiga kali, kalau tidak salah. Pengalaman ketiganya hampir sama: tidak ada posisi yang membuatku sangat tertarik, tidak ada perusahaan yang aku cita-citakan, aku tidak nyaman berada di kerumunan orang pencari kerja, dan aku juga agak ga rela bayar tiket masuk jobfair (bisa buat makan sehari tuh T_T), padahal tidak mendapatkan yang aku harapkan. Di jobfair ketiga aku bertekad, “Ini kehadiran terakhir ku di jobfair. Ga lagi-lagi deh”. Dan memang, sampai sekarang aku ga pernah lagi ke jobfair.
Aku pernah melamar ke sebuah lembaga pelatihan broadcasting, karena tertarik dengan dunia pertelevisian & perfilman (plus konsentrasiku pas kuliah kan di bidang training). Aku diterima, lulus wawancara, dan sempat beberapa kali ikut training pemasaran. Orang-orangnya baik, trainingnya keren, tapi aku merasa belum bisa jadi marketing officer. Apalagi honornya sistem komisi, bukan gaji tetap. Aku pun menghilang dari sana tanpa kabar (ga sopan, emang >.<)
Aku juga pernah melamar ke stasiun TV di Jakarta. Ikut psikotes, lulus wawancara pertama, tapi gagal pas wawancara kedua. Baru beberapa hari kemudian aku ‘ngeh’ dengan kesalahanku yang membuatku gagal wawancara. Kalau aku tahu ‘trik’ itu sebelumnya, pasti aku bisa lolos tuh! Heuheu. Gpp lah. Belum rezeki, berarti.
Aku sempat ingin bekerja freelance. Jadi pengajar bimbel misalnya. Kesempatan itu datang tak lama kemudian. Ada lembaga bimbel buka lowongan. Aku melamar dan langsung diterima. Aku sudah menerima surat tugas mengajar, ketika aku diberitahu bahwa ada training untuk pengajar dengan biaya sekian-sekian (yang membuat honor mengajarku sepertinya akan habis terkuras untuk itu). Aku tidak bisa menerimanya, dan mengundurkan diri H-1 sebelum ngajar (!). Sempet sedih, tapi it’s okay. Allah pasti menyiapkan yang lebih baik.
Aku juga pernah melamar menjadi editor di perusahaan penerbitan ternama di Jakarta. Aku suka sekali membaca, dan tugas utama editor tentu saja membaca (dan mengeditnya). I’ll love this job. Aku dipanggil untuk tes, yang (sayangnya) gagal karena kurang pengetahuan & kurang persiapan. Tapi dari pengalaman terakhir itu, aku tiba-tiba menyadari sesuatu.
Kenapa aku gagal ketika wawancara/tes di Jakarta, padahal aku sangat amat berminat dan merasa mampu?
Jawab: Karena mungkin.. jauh di hati kecilku, ternyata aku belum siap kerja di Jakarta. Aku ingin di Bandung, aku masih ingin bersama teman-temanku.
Aku lalu merenung lebih jauh.
Kenapa belasan lamaran yang aku sebar di jobfair ga ada satu pun yang nyangkut?
Jawab: Karena aku memang tidak sedikitpun tertarik, tidak sedikitpun menginginkannya.
Kenapa lamaranku nyangkut, lalu dipanggil wawancara/tes di lembaga pelatihan broadcasting, di stasiun TV, di lembaga bimbel, dan di penerbitan?
Jawab: Karena aku memang BERMINAT di bidang itu.
Kenapa aku belum bekerja tetap?
Jawab: Karena jelas, aku masih ingin BIKIN FILM (yang ini mah sengaja :p). Keinginanku yang satu ini benar-benar serius dan tidak dapat diganggu gugat.
Aku ingin bikin film. Tapi karena butuh uang untuk hidup, aku harus bekerja. Maunya sih bekerja sebagai pekerja film, tapi mungkin karena “belum siap meninggalkan Bandung & teman-teman”, lamaranku ke PH-PH di Jakarta belum ada balasan. Oke. Menurutku itu masuk akal.
Aku ingin (1)bikin film+(2)bekerja buat makan+(3)di Bandung+(4)masih bareng teman-teman. Solusinya adalah.. berbisnis, atau jadi freelancer. Freelancer dulu aja deh. Karena aku suka nulis, aku ingin jadi freelance writer. Itulah keinginanku yang sebenarnya.
Allah Maha Mendengar, Allah Maha Pengabul Doa.
Sampai bulan Ramadhan lalu, aku kerja di kosan Dago Bandung, jadi freelance writer di sebuah situs kuliner (kerjanya 100% online dan aku maniak internet), serta –tentu saja!-aku juga bikin film bareng teman-teman di 89 Project. I got what I really want. Sempurna sekali hidupku!
Inti yang mau aku sampaikan di sini adalah, kalau di antara kalian ada yang bertanya-tanya: Kenapa sulit sekali mendapat pekerjaan? Kenapa aku ga dapat panggilan? Kenapa aku gagal tes/wawancara padahal aku merasa mampu & memenuhi semua kualifikasi? Kenapa aku belum bekerja?
Tanyakan pada hatimu, teman. Mungkin pekerjaan itu bukan yang benar-benar kamu inginkan.
Hati-hati dengan kata hatimu yang terdalam, yang seringkali kurang terdengar. Bahkan aku dengan keinginan dan kemauan yang sangat menggebu ingin bekerja di PH-PH Jakarta, bisa tertahan dengan keinginan ‘cemen’ seperti “pengen di Bandung & pengen bareng teman-teman”. Hal sepele seperti ini bisa jadi hambatan lho.
Tapi jangan terlalu khawatir tentang pekerjaan. Jangan pernah takut ga dapet kerja. Sekarang, nikmatilah masa-masa kelulusanmu. Setelah puas, mulailah berpikir dengan tenang.
Dengarkan kata hatimu, milikilah mimpi, harapan, keinginan, dan minat, lalu kejar!
Selama kamu yakin, insya Allah, cepat atau lambat, keinginanmu akan tercapai.
Pesan dari Steve Jobs,
The only way to do great work is to love what you do. If you haven’t found it yet, keep looking. Don’t settle. As with all matters of the hearts, you’ll know when you find it.”
Selamat mengejar impian, kawan! Semoga sukses selalu :)

2 komentar:

  1. periode pasca kelulusan kuliah sampai dengan menemukan pekerjaan yang membuat kita benar2 merasa nyaman memang bisa dikatakan sebagai masa2 yang penuh dengan pilihan... setiap pilihan yang ada selalu ada plus-minusnya...

    hanya terkadang masih saja selalu ada yang beranggapan ketika 'kebelumcocokkan antara harapan dan realitas' yang harus dihadapi dianggap sebagai kesalahan yang bukan berasal dari diri kita...

    BalasHapus
  2. Semanggaaatttt... kejarlah impianmu... sampai dapat...

    BalasHapus