Kamis, 25 Juli 2019

Influencer Tidak Minta Gratisan

Ada yang lagi viral, tentang seorang so-called-influencer yang minta risoles sebanyak 500 pcs @Rp. 7000,- dengan memberi iming-iming untuk posting produk tsb di Instagramnya yang berfollowers 200K.

Jawaban sang penyedia risoles adalah menolaknya karena merasa risolesnya lebih terkenal dibanding sang influencer dan merasa keberatan dengan biaya dan tenaga yang harus dikerahkan untuk menyediakan 500 pcs gratis.




Sengaja kata gratisnya saya coret karena bagi saya, mempublikasikan dan merekomendasikan produk pada 200 ribu followers itu punya value. Meskipun yaaaah kalau menghitung nilai risolesnya 500 pcs x Rp. 7000 = Rp. 3.500.000,- itu kemahalan sih. Kalau followersnya di kisaran 2-4 juta oke lah. Heuheu

Sebagian orang tidak setuju karena tidak seharusnya influencer minta-minta produk gratisan. Tapi dalam sudut pandang saya, apa yang dilakukan influencer tak jauh beda dengan model bisnis media massa.

Model bisnis media massa (koran/radio/TV) kan seperti ini: menciptakan konten, menjangkau sebanyak mungkin audiens, lalu mendapatkan penghasilan melalui iklan.

Apakah mereka selalu menunggu pemasang iklan datang? Saya rasa tidak. Pasti ada bagian marketing atau Account Executive yang bertugas mencari klien dan memberi penawaran untuk beriklan di media. Istilahnya jemput bola.

Sama kan dengan yang dilakukan influencer tsb? Bedanya kalau kita pasang iklan di media massa, kita harus bayar pakai uang tunai. Sementara influencer bisa 'cuma' dikasih produk.

Realitanya, seperti ada peraturan tidak tertulis yang mengharuskan influencer harus bersikap 'pasif' alias menunggu tawaran. Kalau mengajukan diri, kesannya hina.

Kayak cewek yang idealnya nunggu dilamar cowok. Kalau cewek ngelamar duluan pasti orang ngeliatnya aneh.  


Demikianlah.

Jadi buat saya pribadi, it’s OK kalau influencer ngasih penawaran duluan. Tentunya dengan cara dan kalimat yang elegan. 

Kalau ngomongnya, "Bisa gak kasih saya risoles 500 pcs, nanti saya promoin di IG saya yang followersnya 200K" ini memang SALAH banget sih. Analoginya kayak ada yang ngomong, "Kamu mau gak nikah sama saya sekarang. Saya kebelet kawin nih. Nanti saya kasih mahar dan nafkah gede lah tenang aja."

(Bikin analogi kok gitu amat woy!)


Maksud saya, secara hakikat ((HAKIKAT)) benar tapi secara perasaan ya itu kasar dan gak enak banget lah. Hanya mementingkan diri sendiri dan sangat tidak berempati pada perasaan 'calon klien'.

Kan lebih enak kalau ngomongnya gini,

"Halo Kak! Aku udah beli risoles Kakak. Ternyata enak bangeeeet. Semoga bisnis Kakak semakin maju dan sukses ya.

Oh ya, siapa tahu Kakak lagi mencari akun Instagram untuk promosi. Bisa loh Kak di IG saya @sintamiliamakanenak*. Kebetulan IG ini nichenya makanan, jadi followers saya yang 5 juta itu insya Allah target market yang cocok banget untuk risoles Kakak.

Biasanya siy untuk endorse saya minta produk untuk difoto plus fee Rp. 250.000,- /post tapi spesial buat risoles favorit, bisa saya kasih GRATIS gak perlu bayar, cukup produknya aja untuk difoto sama saya ;)

Semoga dengan saya posting, pembeli risoles Kakak akan semakin bertambah. Kabari ya Kak kalau memang mau :)"


Gimana?

Intinya sih, berikan penawaran dari sudut pandang calon klien. Gimanalah caranya supaya apa yang kita tawarkan memang worth it, sesuai dengan kebutuhan mereka dan berpotensi besar menguntungkan mereka, bukan cuma menguntungkan diri sendiri. 

Saya pribadi sih belum ada rencana pedekate ke brand manapun. Selain karena tidak menganggap diri saya influencer (wkwkwk), saya juga juga lebih nyaman nunggu dilamar sajalah. 

Fokus 'tebar pesona'. Bikin konten dan share, siapa tahu ada yang kepincut hatinya. Xixixi


Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bikin konten dahulu
Terima job kemudian

AHEY!

*Gak usah search akunnya. Ini fiktif :D






Tidak ada komentar:

Posting Komentar