"Yang mahal itu bukan biaya hidup, tapi gaya hidup."
Siapa ya yang pertama kali mengatakan itu? Saya tidak tahu. Tapi saya sepakat untuk beberapa alasan:
- Bahwa pengeluaran tidak boleh lebih besar dari pemasukan
- Bahwa kita MUNGKIN bisa survive dengan gaji UMR
- Bahwa harus bijak menggunakan kartu kredit. Mending ga usah sih. NgeRIBAnget cyin
- Bahwa ga perlu kongkow-kongkow di restoran tiap minggu
- Bahwa tidak usah beli barang mewah toh saya bukan seleb yang penampilannya jadi perhatian umum
Kemudian seseorang dalam friendlist FB saya (lupa siapa namanya) menulis status yang isinya kira-kira begini:
Pertanyaan itu membuat saya berpikir. Mungkin di satu sisi, maksud dia adalah untuk mengingatkan kita agar tidak mengubah gaya hidup meski penghasilan bertambah. You know, seperti treadmill, jika kita menambah kecepatan lari maka alat pun akan bergerak semakin cepat. Jika penghasilan bertambah, orang cenderung menaikkan pula gaya hidupnya. Ini bisa jadi tidak ada habisnya dan pada akhirnya hanya akan membuat lelah. This is not good.
Tapi saya pribadi akan menjawab pertanyaan itu dengan:
YA, akan berubah. HARUS. Bahkan memiliki gaya hidup yang lebih tinggi menjadi salah satu motivasi saya untuk meningkatkan penghasilan.
Bagaimana gaya hidup saya akan berubah jika penghasilan naik?
Jika biasanya saya hanya beli buah potong 2-3 pcs untuk Kakang (3 tahun 6 bulan), maka jika penghasilan saya lebih besar saya akan bisa setiap hari beli 2-3 macam buah masing-masing 1-2 kg. Yang tidak hanya bisa dikonsumsi oleh Kakang tapi juga ayah-ibunya, kakek-nenek, om-tante, sepupu, dan semua saudara yang menghuni rumah.
Saya harus banyak bersyukur karena Allah memberi saya kulit wajah yang jarang jerawatan, nyaris tidak punya masalah berarti. Saya bahkan baik-baik saja keluar rumah (bahkan keluar kota) tanpa pelembab atau bedak. Bisa dibilang nyaris tidak ada pengeluaran untuk skincare and I survive.
Tapi, saya tak memungkiri kadang-kadang merasa kulit wajah ini kering dan kusam. Atau lengket. Atau kasar saat disentuh. Boleh dong ya kalau saya punya uang, saya beli sesuatu untuk muka ini just to make me feel a little bit more comfortable.
Jika biasanya kami hanya membelikan Kakang majalah Mombi dan Bobo Junior yang harganya tak lebih dari 20 ribu/eksemplar, maka dengan penghasilan yang lebih besar kami bisa membelikan buku yang lebih banyak, lebih variatif, tak hanya untuk Kakang tapi juga untuk kerabat yang bahkan menganggap Mombi dan Bobo Junior adalah sesuatu yang sangat mewah.
Ketika saya menemukan seorang anak kelas 2 SD tidak tahu makna kata "saudara" dan anak 4 SD tidak tahu makna kata "dipungut", di situ saya merasa betapa urgent nya kebutuhan membaca pada anak. Saya sangat percaya bahwa banyak membaca adalah cara paling efektif memperkaya kosakata.
Ah ya, orangtua Kakang pun perlu buku untuk meng-upgrade diri bukan?
Nanti saat penghasilan semakin membesar, jika ada anggota keluarga dan kerabat yang membutuhkan uang, tak lagi kami jawab, "Ga punya.." atau "Adanya cuma segini.." atau "Uang arisan masih lama cairnya.." atau semacamnya.
Bahkan tanpa mereka minta pun, kami akan berinisiatif memberi modal usaha pada mereka yang kerja serabutan, membantu melunasi jika ada yang dicekik rentenir, dan menutup seluruh biaya pengobatan pada mereka yang sakit.
Saya pikir tidaklah salah menginginkan gaya hidup naik. Tidaklah salah ingin mengeluarkan uang lebih banyak untuk hal-hal yang bagi kita penting, untuk orang-orang yang kita cintai.
Yang salah adalah jika:
- Menaikkan gaya hidup di saat penghasilan belum bertambah, akhirnya banyak hutang
- Menaikkan gaya hidup dengan tujuan pamer, ikut-ikutan teman atau tidak ingin dibilang ketinggalan zaman
- Pengeluaran untuk membeli hal-hal mubazir (tak bermanfaat)
Ada yang ingin gaya hidupnya naik juga?
Cerita yuk di kolom komentar :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar