Kejadiannya beberapa waktu lalu, tapi saya baru tahu akhir-akhir ini. Kemana aja, Neng? *toyor diri sendiri*.
Itu loh, tentang pembatalan transaksi sepihak yang dilakukan salah satu situs e-commerce besar di Indonesia. Sebut saja toko L.
Meski udah agak-agak basi, menurut saya kalau ada yang bisa pelajari, ambil saja kapanpun kita bisa. Seperti pelajaran sejarah, meskipun penjajahan udah lama berlalu, toh tetap kita pelajari bukan?
Ok back to the topic.
Untuk detail kasusnya bisa baca surat dari konsumen toko L yang dirugikan di sini.
Saya tulis versi singkatnya saja ya:
Pada tanggal 12 Desember 2015 (Harbolnas nih!) Achmad Supardi melakukan transaksi di toko L. Ia membeli 3 unit sepeda motor Honda Revo senilai masing-masing Rp. 500.000,- dan 1 unit Honda Vario senilai Rp. 2.700.000,- cash on the road dan membayar lunas total tagihan sebesar Rp. 4.200.000,-
Dua hari kemudian Achmad terkejut karena status transaksinya dibatalkan dan toko L mengembalikan uang Achmad dalam bentuk voucher (!) senilai 4,2 juta. JRENG JRENG!
Kalau saya jadi beliau pastilah saya akan merasa pedih dan sakit hati, Jenderal!
Pelajaran yang akan kita ambil di sini bukan sebagai konsumen, karena saya tidak melihat adanya kesalahan apapun dari sisi pembeli. Kalaupun ada yang nyinyir, "Ya mikir dong, mana mungkin ada motor baru seharga 500ribu atau 2,7 juta. Bisa beli banyak, pula!" Hmm, masalahnya tanggal itu adalah Hari Belanja Online Nasional yang dimana-mana diskon besar bertebaran. Bukan Harbolnas aja, Toko MM ngasih diskon 99%, jadi mungkin aja toh Toko L lagi ngasih diskon ga masuk akal untuk produk motornya?
Jadi saya mau bahas dari sisi penjual.
Saya pernah bekerja di sebuah toko online. Memang sih, ga sebesar Toko L. Jauh lah. Tapi ya, kalau lagi ada promo diskon, apalagi produk yang didiskon banyak, agak bikin stres.
Untuk mengganti harga produk dari harga normal jadi harga diskon, membutuhkan proses. Proses itu, well, kalau boleh saya jujur, sangat membosankan.
Masuk ke sistem manajemen, mencari item yang mau didiskon, masukkan harga normal, masukkan harga diskon, klik save. Begituuu terus berulang sesuai jumlah produk. Ada 50 produk yang didiskon? Berarti proses di atas dilakukan 50x. Kalau 100, 200 produk? Apalagi kalau produknya itu-itu aja. Cuma beda warna atau size. Pingsan sajalah. Xixixi...
Saya ga tahu apakah di toko L prosesnya manual seperti yang saya dan teman-teman lakukan dulu. Tapi poin saya adalah, human error occured. Teman saya pernah loh, salah mengetikkan harga. Kalau tidak salah, kurang angka nol di belakang. Jadi harga tertera hanya 10% dari harga yang seharusnya. Hahaha.. Untunglah bos kami lumayan teliti dan menemukan kesalahan itu sebelum ada konsumen yang transaksi.
Dan saya yakin sotoy, bahwa mungkin ada karyawan toko L yang melakukan kesalahan serupa. Yang harusnya harga sepeda motor diberi keterangan KREDIT, ini malah CASH. Fatal? Banget! Tapi bukan berarti tidak bisa diperbaiki.
Tahu gak sih, dengan kasus di atas toko L bisa terkena hukum pidana karena melanggar UU Perlindungan Konsumen? Jangan sampai deh ya kita ngalamin hal yang sama. Kalaulah kita terpaksa membatalkan transaksi yang sudah dibayar lunas oleh konsumen, semoga kita bisa menyelesaikannya secara baik-baik dan kekeluargaan *tsah*
Apapun alasan terjadinya pembatalan transaksi, berikut adalah beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk konsumen:
1. Minta maaf pada konsumen dengan sungguh-sungguh dan penuh penyesalan (serius!)
Minta maaf idealnya melalui telepon, bukan chat atau SMS. Terus, kalau bisa yang minta maaf bukan customer service melainkan supervisor atau manajer. Semakin besar kesalahan, semakin tinggi jabatan yang mesti minta maaf. Konsumen akan merasa lebih dihargai.
Saat minta maaf, gunakan intonasi yang benar. Jangan bilang, "Ya maab, Mbak!".
Berikanlah kesan bahwa kita sedih dan menyesal dengan intonasi yang rendah dan pelan.
Ga usah pakai nangis juga sih. Lebay itu mah. Heuheu.
Di telepon kita ngomong apa?
Ya jelaskanlah kronologi kejadian, akui kesalahan, minta pengertian konsumen, dan tawarkan pengembalian uang.
2. Kembalikan uang konsumen. Tunai.
Ini jelas lah ya. Harus jadi tradisi (atau apa ya istilah bisnisnya? Standard Operating Procedure?).
Jadikan juga nilai lebih toko online kita: Garansi uang kembali.
Kalau pengembalian dalam bentuk voucher seperti yang dilakukan toko L, gimana?
IMHO, pengembalian uang dalam bentuk voucher SAH-SAH SAJA jika konsumen menerima, dan dengan voucher itu konsumen dapat membeli barang yang dia inginkan.
Misalnya si A sudah bayar lunas untuk membeli sebuah tas ransel. Tapi
pas cek gudang, tas tersebut baruuuu saja soldout dan dalam proses restock.
Boleh tuh, si A dikasih voucher yang nanti bisa dia gunakan untuk
membeli tas ransel itu lagi kalau sudah ready stock.
Tapi
kalau voucher 4,2 juta sebagai pengganti 4 motor? ya ga bisa lah. Pak
Achmad maunya motor. Malah dikasih voucher yang ga bisa dibelanjakan
buat motor. Pegimane?
3. Berikan sesuatu yang membuat konsumen senang, memaafkan, dan melupakan kekecewaannya atas pembatalan transaksi yang terjadi.
Jadi gini, konsumen pastilah tidak senang saat tahu transaksinya batal meskipun uangnya sudah kita kembalikan. Bagaimana bisa senang? Udah capek-capek ke ATM untuk transfer, udah ngebayangin barang sampai di tangan, eeeeh.. ternyata semua sia-sia dan bayangan indah jadi buyar.
Saat transaksi lunas konsumen terpaksa kita batalkan, dia akan menilai kita MINUS.
Saat kita kembalikan uangnya, penilaiannya jadi nol (negatif enggak, positif juga enggak).
Nah, usaha kita agar dia tetap menilai kita positif adalah dengan memberikan sesuatu sebagai permohonan maaf. Mungkin kita bisa beri dia produk gratis? Atau ekstra voucher belanja? Hal ini agar dia ga kapok transaksi di toko kita dan mau mencoba lagi berbelanja di lain waktu.
Kepanjangan gak sih postingan ini?
Saya sudahi dulu ya. Hehehe..
Semoga bermanfaat,
Selamat berjualan kembali,
Semoga laris maniiiis ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar