Saya sedang menyuapi Kakang saat
anak-anak tetangga datang untuk mengaji. Biasanya yang mengajari mereka adalah
ibu mertua saya. Tapi kali ini ibu mertua meminta saya menggantikannya karena
beliau sedang sibuk.
Dari gelagatnya selama beberapa
minggu terakhir, sepertinya ibu mertua ingin saya jadi pengajar utama untuk
seterusnya. Beliau tahu gak ya kalau saya masih bergulat dengan motivasi
internal?
Saya tahu sih mengajarkan
Al-Quran itu pahalanya besar dan bisa jadi amal jariyah alias passive income
akhirat. Tapi haruskah?
Empat anak tetangga yang hadir
hari ini, saya belum pernah bertemu orangtuanya. Saya penasaran apakah orangtua
mereka ada keinginan untuk bertemu saya, ‘mewawancarai’ saya dan menilai apakah
saya punya kualitas yang mumpuni untuk mengajari anak-anak mereka ngaji?
Saya punya sifat minder. Soal
membaca Al-Quran, kemampuan saya pas-pasan. Saya ga bisa membaca Al-Quran
dengan irama syahdu seperti ayah saya apalagi seperti hafidz Muzammil Hasballah.
---
Sambil menyuapi Kakang, saya ajak
mereka ngobrol dan saya tanya tentang hal yang belum saya tahu: keluarga
mereka.
Seorang anak laki-laki kelas 4
SD, sebut saja Ridwan, orangtuanya berpisah. Ridwan tinggal bersama ayahnya. Ibunya
tinggal di kota sebelah. Ridwan dan ibunya hanya bertemu setiap weekend.
Dua anak perempuan kakak beradik,
sebut saja Ara (kelas 4 SD) dan Agil (sekitar 6 tahun), ibu mereka telah tiada.
Satu anak perempuan kelas 3 SD
bernama Euis (bukan nama sebenarnya), ayahnya penjual tahu dan ibunya kerja di
perusahaan tekstil di Rancaekek. Lumayan jauh tuh dari Sumedang.
Melihat latar belakang empat anak
ini (dan beberapa anak lainnya), saya dapat benang merah : Orangtua mereka
(terutama ibu) tidak punya banyak kesempatan mengajari anak-anaknya mengaji.
---
Meski obrolan dengan anak-anak
sudah selesai, Kakang belum juga selesai makan. Akhirnya saya minta Kakang
membawakan buku Nabiku Idolaku Balita untuk anak-anak ini baca sambil menunggu.
Kakang pun mengambil secara random 4 buah buku dan membagikannya pada
teman-temannya, satu orang satu buku. Mereka saling bertukar buku begitu
selesai membaca.
---
Kegiatan mengaji hari ini diawali
dengan membaca Al-Fatihah, doa menuntut ilmu, dan membaca Iqro/Alquran secara
perorangan. Setelah semua anak mengaji, saya bacakan cerita Nabi Isa A.S dari
buku.
“Teteh, sekarang aku udah tahu 5
nama Nabi. Muhammad, Yahya, Yusuf, Isma’il, Isa.” Ucap Ara tanpa saya tanya.
Dari caranya menyebutkan nama-nama nabi, terlihat baru saja ia menghafalnya.
“Yang tadi kamu baca?”
“Iya.”
“Baru lima? Dari 25 Nabi?”
Dia mengangguk sambil tersipu.
“Ya udah nanti insya Allah aku
ceritain semua ya. Hari ini satu dulu. Nanti yang lain lagi..”
Anak-anak pulang setelah membaca
beberapa surat pendek bersama-sama.
---
Saya adalah anak beruntung yang
tumbuh dengan perhatian berlimpah dari ayah ibu, dan hidup nyaman serta
menyenangkan ditemani banyak sekali buku.
Mungkin ini adalah kesempatan buat
saya untuk melakukan ‘estafet’, agar tak hanya saya yang bersyukur dengan kebaikan
Allah pada saya, namun anak-anak ini juga.
Agar meskipun tak ditemani ibu, dan
jarang membeli buku, mereka tetap bisa merasakan indahnya menuntut ilmu.
Seru ya menjadi guru ngaji, bisa berbagi ilmu juga
BalasHapusMenjadi guru ngaji itu seru ya mungkin. Bertemu dengan anak kecil belajar mengaji bareng hehe
BalasHapusWah Mbaknya disuruh nerusin jadi guru mengaji tuh mungkin hehe
BalasHapusWah seru banget tuh bisa belajar mengaji bareng
BalasHapusAku jadi inget waktu aku ngaji dulu nih wkwkw
BalasHapusbagus, bagaiamna perasaan saat pertama kali mengajar ngaji anak2?
BalasHapus