Seorang teman di Facebook membagi sebuah postingan status dari Ust. Adriano Rusfi yang menurut saya cukup anti-mainstream. Kenapa? Lihat saja, di saat banyak orang berpikir untuk memapankan diri sebelum menikah, beliau justru menyarankan untuk menikah sebelum mapan! Sebuah pemikiran yang seringkali tidak populer di antara para orangtua yang ingin menikahkan anaknya (terutama bila anaknya perempuan).
Alasan Ust. Adriano pun lumayan serius, "Agar anak-anak Anda dibesarkan bersama kesulitan-kesulitan Anda."
Saya jadi ingat ketika saya memperkenalkan teman dekat yang belum mapan pada orangtua. Ibu saya awalnya agak keberatan karena tidak ingin saya hidup dengan kesulitan materi, seperti dulu saat Ibu saya menikah dengan Ayah.
Mengapa akhirnya orangtua saya merestui kami menikah? Jawabannya bisa jadi seperti kalimat ketiga Ust. Adriano, bahwa orangtua saya (dan anak-anaknya) telah merasakan ajaibnya kekuasaan Allah.
Sebenarnya ayah saya memiliki gaji yang lebih dari cukup untuk menghidupi anak istri. Namun masalahnya, ayah saya adalah seorang yatim, anak laki-laki pertama yang juga harus membantu menghidupi ibunya dan 5 orang adiknya. Itulah yang membuat kehidupan keluarga kami agak sulit pada awalnya.
Namun ayah saya ikhlas, dan terbukti seiring berjalannya waktu, kehidupan semakin membaik, bahkan ayah saya pernah mendapatkan hadiah perjalanan Haji gratis dari kantornya. Sebuah kesempatan yang secara logika sebenarnya sulit jika mengandalkan diri sendiri karena keluarga kami bisa dibilang tidak memiliki tabungan.
Kami anak-anaknya tumbuh dengan gizi baik, sehat, ceria, terpenuhi berbagai kebutuhan meskipun tidak memiliki harta berlebihan. Sama sekali tidak pernah merasa benar-benar kekurangan. Saya yakin itu karena orangtua kami berusaha untuk selalu bersyukur atas rezeki yang kami terima, dengan harapan Allah akan selalu menambah rezeki seperti yang Ia janjikan.
Kembali ke soal restu. Sejak awal, ayahlah yang lebih memahami perasaan calon suami saya saat itu, karena memang Ayah pernah berada di posisi yang sama 28 tahun yang lalu. Ayah saya yakin, meskipun saat ini belum mapan, selama sang laki-laki selalu berikhtiar dengan sungguh-sungguh, berdoa, solat tepat waktu, banyak bersyukur, bersedekah, dan tawakal, insya Allah kami tidak akan hidup berkekurangan, karena Allah sudah menjamin rezeki kami bahkan sebelum kami lahir. Ayah saya sudah membuktikan bahwa Allah Maha Pemberi Rezeki, Maha Mencukupi.
Jadi demikianlah. Akhirnya kami menikah, meski belum mapan (dalam artian belum memiliki rumah sendiri dan segala perabotannya).
Namun saat ini kami merasa cukup dengan tempat tinggal kami sekarang (ngekos), bisa makan dengan menu baik, bisa jajan dan jalan-jalan dalam kota. Semoga kami dapat selalu bersyukur dan merasa cukup, dengan terus berikhtiar.
Tidak ada manusia yang ingin mengalami kesulitan dalam hidupnya. Namun kesulitan selalu datang bersama kemudahan, dan dengan "paket" kesulitan+kemudahan yang Allah berikan itulah ia menunjukkan kekuasaan-Nya.
Terimakasih pada Ayah dan Ibu saya (juga Bapak dan Ibu mertua) yang menikah sebelum mapan, insya Allah kami telah paham hidup adalah perjuangan.
Terimakasih pada suami yang berani melamar saya meskipun belum mapan, semoga dapat mengajarkan pada anak-anak kami nantinya, agar mereka pun paham bahwa..
Hidup adalah Perjuangan.