Jumat, 21 Agustus 2009

Tersandung Bahasa Daerah

Baru dapat ajakan untuk ikutan Pesta Blogger Writing Contest 2009 nih. Sebenarnya dari dulu aku ingin sekali ikutan writing contest, apalagi yang diadain di dunia maya. Cuma yah.. suka banyak alasan. Hehe.
Alasan paling klise sih.. ga tau mau nulis apa.
Tapi kali ini, aku dapat ide.
Ketika tahu tema yang diangkat adalah tentang Pluralisme dan Kebhinekaan Indonesia, aku berpikir. ‘Apa ya, yang bisa aku tulis tentang keberagaman Indonesia yang sangat aku cintai ini?’.
Hatiku menjawab, ‘Budayanya! Bahasanya! Indonesia sangat kaya!’
Kemudian aku ingat bahwa aku pernah mengerjakan tugas mata kuliah Komunikasi Lintas Budaya. Kami diminta menulis pengalaman unik dan lucu yang dilatarbelakangi perbedaan budaya. Dibawah ini adalah cerita yang aku tulis.

Cerita 1.
Sewaktu SD, aku pernah mengajak teman sepermainanku yang keturunan Batak untuk bermain di luar rumah.
Tapi dia malah menjawab, “Aku ga dibolehin sama Tulangku…”
Aku bengong.
Dia ngomong apa? Ga diizinin sama tulang? Tulang siapa? Bagaimana mungkin dia minta izin sama tulang? Aku benar-benar bingung sampai pada akhirnya aku mengerti bahwa yang ia maksud dengan tulang adalah pamannya.
Jelaslah semua.

Cerita 2.
Selama ini, aku hidup berpindah-pindah. Lahir di Bandung, kemudian pernah tinggal di Purwokerto, Lhokseumawe, Batam, dan kini kembali ke Bandung. Kelas 2 SMP aku habiskan di Aceh. Saat itu, di sekolah ada mata pelajaran Bahasa Daerah. Aku yang sama sekali tidak bisa berbahasa Aceh, hanya bisa diam mendengarkan ketika guru menjelaskan. Tentunya dengan memasang muka pura-pura mengerti :p
Lucunya, aku akan repot ketika ulangan harian. Ulangan harian seringkali bentuk soalnya seperti ini:
“Buatlah kalimat dengan menggunakan kata….” (membuat beberapa kalimat dalam bahasa Aceh dengan kata-kata yang ditentukan).
Dan selalu, soal dibedakan dengan teman sebangku, untuk mencegah contek-menyontek.
Lalu apa yang aku lakukan?
Aku cuma bisa diam, pura-pura baca soal, pura-pura mengerjakan, padahal tidak satupun soal yang aku mengerti. Aku menunggu teman sebangkuku menyelesaikan semua soalnya (yang bisa dia kerjakan dengan cepat karena dia pintar dan memang orang Aceh). Kemudian setelah dia mengumpulkan buku ulangannya dan kembali duduk, maka tugas dia berikutnya adalah mengerjakan soal-soal ulanganku. Hahahaha..
Aku bertanya padanya arti kata di soal yang aku dapatkan, kemudian aku buat kalimatnya dalam bahasa Indonesia, kemudian dia akan menerjemahkannya dalam bahasa Aceh. Tentunya ini kami lakukan dengan diam-diam, dan seringkali waktunya tidak cukup. Ya iyalah, aku baru mengerjakan ketika sebagian teman sudah selesai! Tapi aku tidak ambil pusing.
Di akhir tahun ajaran, aku mendapat nilai 6 untuk bahasa daerah. Tak apa.. itu sudah lebih dari cukup bagiku.

Aku bangga dengan Indonesia yang kaya akan budaya dan bahasa. Aku telah mendengar sendiri (bukan hanya tahu dari TV :p) bagaimana orang berbicara dengan logat Jawa, Sunda, Batak, Aceh, dan Melayu.
Sayang, kabarnya, semakin sedikit orang yang menggunakan bahasa ibu dalam kesehariannya. Globalisasi membuat banyak orang mempelajari bahasa asing alih-alih bahasa ibu. Padahal, kalau bukan kita yang menjaga harta kekayaan itu, siapa lagi?

Luv u, Indonesia!

4 komentar:

  1. hmm.. Isi ceritanya enak di baca.. mengalir begitu saja..seperti cerita sehari-hari..
    Mengenai kendala bahasa daerah..Waktu SMP saya juga pernah mengalamai, karena tinggal di perbatasan JKT n sekolah saya wil. tangerang masuk ke Jawa Barat (sekarang Banten. Tentunya ada pelajaran bhs Sunda. Saya jelas tak paham karena bukan org sunda :P
    maka dari itu ketika SMA lebih milih sekolah ke wilayah JKT dengan alasan menghindari ketemu pelajaran Bhs daerah..^_^

    BalasHapus
  2. Memang, akan banyak sekali ide yang bisa dituliskan tentang keberagaman Indonesia. Dan semua itu sudah pasti unik. Saya kira, tulisan kedua bisa dijadikan cerita yang menarik.

    BalasHapus
  3. @Nita:
    Ow.. thx u.. pujiannya sangat berarti buat aku.. hehe

    Kayaknya kalau kota-kota yang penduduknya sangat beragam memang ga ada bahasa daerahnya ya?

    Di Batam juga ga ada pelajaran bahasa daerah, tapi ada pelajaran Arab Melayu (bahasa Melayu, dengan tulisan huruf Arab)
    Lumayan, lebih gampang daripada bahasa Aceh. Hihi

    @Bang Aswi:
    Bang Aswi juga cerita dong.. tentang Indonesia..
    :-)

    BalasHapus
  4. tetap lestarikan bahasa daerah!..

    yang ada sekarang bahasa emang dilestarikan, tapi semua pada kompakan pake daerah betawi.. elo elo..gue..gue :)

    BalasHapus