Ngerasa gak sih kalau udara akhir-akhir ini sering terasa gerah? Beberapa hari lalu saya sempat googling, "Suhu udara hari ini di Sumedang" dan hasil yang keluar adalah 31 derajat celcius. Wew.. padahal bagi saya, suhu paling nyaman tuh 26 derajat celcius.
Kalau udah ngerasa kepanasan gitu, otomatis deh kepikiran soal perubahan iklim. Apakah ini yang disebut pemanasan global? Atau suhu masih bisa lebih panas lagi? Hiiiy..
Serem banget deh kalau udah ngebayangin dampak perubahan iklim. Mulai dari cuaca ekstrem, banjir, kekeringan, naiknya air laut, kebakaran hutan, hingga punahnya banyak spesies hewan. Tentu kita ga menginginkan itu semua, meskipun akhir-akhir ini apa yang diramalkan para ilmuwan tersebut sedikit-sedikit mulai terjadi.
Jadi soal perubahan iklim bukanlah hal yang masih perdebatan melainkan udah jadi fakta yang memang perlu ada aksi nyata agar tidak mengakibatkan hal yang lebih buruk.
Nah, berhubung perubahan iklim disebabkan oleh manusia yang banyak menggunakan minyak, gas dan batu bara di kehidupan sehari-hari, cara menghadapinya tentu dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih ramah lingkungan.
Seperti apa tuh gaya hidup ramah lingkungan? Kalau aku baca-baca sih, sebenarnya kata kunci dalam mitigasi perubahan iklim adalah hidup sederhana.
Hmm, apa hayo maksudnya?
Ya lihat saja..
Untuk mengurangi polusi udara dari pembakaran sampah, kita harus mengurangi sampah (reduce), menggunakan kembali kemasan yang bisa dipakai ulang (re-use), juga mendaur ulang (re-cycle). Kalau sering belanja, bukankah menambah jumlah sampah plastik? Belanja online pun bisa menambah jumlah sampah bubblewrap dan kardus yang biasa dipakai untuk pengemasan.
Untuk mengurangi polusi dari kendaraan bermotor, kita harus mengurangi frekuensi penggunaan kendaraan pribadi, bahkan disarankan mengurangi naik pesawat. Dengan semakin maraknya tren work from home, harusnya kita bisa ya mengurangi mobilitas. Kalau pun ingin liburan, kita bisa memilih tempat wisata lokal yang tidak perlu naik pesawat untuk ke sana.
Untuk mengurangi polusi yang disebabkan pabrik-pabrik, bukankah itu berarti kita harus mengurangi jumlah hal-hal yang kita konsumsi? Baik itu makanan, pakaian, hingga barang-barang rumah tangga.
Semakin kita konsumtif, semakin banyak barang yang kita ingin punya, bukankah akan membuat semakin 'bersemangat' para pabrik itu beroperasi?
Memang sih bagi kita emak-emak yang hobi belanja, mungkin agak susah mengerem hasrat untuk beli ini itu. Apalagi kalau udah ketemu barang lucu dan murah, kayak ga tenang aja gitu kalo ga beli. Hihihi
Tapi demi bumi, yok bisa yok belajar untuk tidak membeli barang-barang yang tidak terlalu kita butuhkan. Belajar untuk lebih mindful saat belanja. Tidak lapar mata.
Kalau lapar perut? Tak boleh juga jadi alasan untuk membeli makanan secara berlebihan. Yang kita butuhkan dari makanan sebenarnya adalah gizi, bukan asal kenyang. Malah dalam Islam sangat dianjurkan untuk puasa sunnah. Pas kan tuh. Sambil menjaga lingkungan dengan mengurangi konsumsi makanan, dapat pahala pula. Hihi
Oh ya, jangan lupa juga untuk hemat listrik dan lebih banyak menanam pohon.
Sebenarnya itu semua bukan hal yang susah kok kalau ada kemauan kuat. Motivasi inilah yang harus didorong dengan cara memperbanyak informasi penting terkait perubahan iklim. Ajak juga keluarga dan orang-orang terdekat untuk mengubah gaya hidup menjadi lebih baik bagi lingkungan. Sebagai seorang ibu yang bertugas mendidik anak-anak pewaris masa depan, saya bersumpah untuk mengedukasi anak-anak untuk hidup sederhana.
Eh kok pakai sumpah? Karena beberapa hari lagi kita akan memperingati Hari Sumpah Pemuda dan sumpah adalah komitmen verbal yang menandakan kesungguhan. Dengan masa depan yang jadi taruhan, masak sih kita ga mau bersungguh-sungguh berbuat sesuatu untuk tetap nyaman hidup di bumi kita satu-satunya ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar