Tahun 2016 saat adik saya (bungsu dari 4 bersaudara) lulus
SMA, bisa dibilang perekonomian keluarga kami ada di titik terbawah.
Papa sudah lama tidak bekerja. Tidak punya penghasilan
kecuali sedikit dari uang pensiun.
Mama adalah ibu rumah tangga yang sudah menjual seluruh
harta miliknya agar bisa mendukung 3 anak tertua kuliah.
Saya (anak pertama) sudah menikah, Kakang usia 1,5 tahun. Keuangan
masih tertatih-tatih, bisnis online masih baru dirintis.
Anak kedua Alhamdulillah bekerja di BUMN. Tapi dia sudah berat menanggung biaya hidup hampir seluruh anggota keluarga.
Anak ketiga sedang menjalani kuliah, baru menyelesaikan
tahun pertamanya.
Tidak hanya masalah finansial, si bungsu yang biasa kami
panggil Adek, mengalami gagal tes masuk di berbagai perguruan tinggi. Lengkap
sudah.
Adek sempat down
dan pesimis, “Ma, sebenarnya mungkin gak sih Adek kuliah?”
Mama menjawab dengan tegas, “Sabar Dek, pokoknya Adek pasti
kuliah. Insya Allah. Mama doakan..”
Di puncak perjuangan, akhirnya Allah mengabulkan doa. Adek
diterima di sebuah universitas di Jakarta dengan jalur beasiswa.
Alhamdulillah..
Saat ini dia sedang menempuh tahun terakhirnya.
Perjuangan melanjutkan pendidikan selepas SMA juga dialami
Papa dulu.
Papa adalah anak yatim. Beliau anak kedua dari 6 bersaudara.
Bayangkan betapa beratnya seorang single-parent
membesarkan 6 orang anak! Jelas tidak ada biaya untuk kuliah. Namun ibunya
(sekarang almarhumah) sangat tahu pentingnya pendidikan untuk keluar dari
kemiskinan. Sehingga beliau mendukung, meski hanya bisa dalam bentuk dukungan
moral.
Alhamdulillah selepas SMA Papa diterima di Pusdiklat
Perumtel (sekarang Telkom) dan menyelesaikan sarjana sambil bekerja.
DUKUNGAN MORAL DARI ORANGTUA, HAL SEDERHANA YANG BERDAMPAK
BESAR
Cerita Adek dan Papa memiliki kesamaan : Bahwa hambatan
finansial untuk kuliah bisa diatasi selama masih ada niat dan tekad yang sangat
kuat, serta DIDUKUNG ORANGTUA.
Saya ingat Mama pernah bilang begini, “Kalau harta, kita
yang menjaganya. Kalau ilmu, dia yang akan menjaga kita.” That’s why ngebela-belain pontang-panting cari duit dan jual-jualin
harta yang dipunya demi semua anak kuliah.
Dukungan orangtua membuat harapan terpupuk, membuat semangat
berikhtiar, membuat doa semakin melangit.
Bagaimana jika tidak ada dukungan orangtua?
Itu terjadi pada suami saya dulu. Dan sekarang juga terjadi
pada adik sepupunya.
Suami saya (anak pertama dari 3 bersaudara) adalah orang
cerdas. Dia lulus STM dengan nilai baik dan sangat ingin melanjutkan kuliah. Bapaknya adalah pekerja pabrik. Saat suami saya mengungkapkan keinginannya untuk kuliah,
ibunya mendukung. Tapi bapak tidak. “Duitnya dari mana?” katanya.
Yap, cukup satu kalimat non-supportif yang membuat
pendidikannya terhenti sampai sana. Untungnya, dia street smart. Sekarang ia bekerja pada posisi yang idealnya dipegang
oleh sarjana.
Adik sepupu suami, sebut saja namanya April, lulus SMK tahun
2020 ini. Dia sangat ingin mengikuti program kuliah 1 tahun yang
diselenggarakan sebuah lembaga di dekat rumah. Saya dan suami memotivasi dan
mendukungnya. Sayang, ibunya mengatakan, “Terserah. Yang pasti Mamah gak punya
duit untuk bayar biayanya.”
Maka semangat April pun mendadak padam. Mungkin ia berpikir,
bagaimana ia bisa belajar tanpa ada dukungan dari ibunya? Jika nanti ada
hambatan, bagaimana caranya menghadapi masalah sendirian?
Kalau hanya soal finansial, saya punya satu ton cerita
inspiratif yang bisa saya share untuk
memotivasi April mengejar keinginannya belajar. Tapi kalau masalahnya adalah
tidak adanya dukungan ortu, menurut saya memang berat. Kalau saya di posisi
April, saya pun pasti akan merasa bahwa perjuangan saya gak akan worth it. Seolah semua akan sia-sia.
.
Kondisi keuangan rumah tangga kami sudah jauh lebih baik
dari 4 tahun lalu, meski belum bisa dikatakan mapan. Ingin rasanya saya bisa
membantu April secara finansial. Meski saya baru bisa mengatakan, “Doain aja
atuh, siapa tahu Allah kasih rezeki ke kamu lewat aku atau Aa, jadi kamu bisa
kuliah..”
Saya tidak tahu juga sih, semoga aja beneran bisa bantu.
Setidaknya, saya ingin bisa meng-copy
mindset dari almarhumah nenek saya, dan juga orangtua saya: Bahwa hambatan
finansial tidak boleh jadi alasan untuk berhenti melanjutkan pendidikan. Titik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar