Kenapa
beliau menggunakan istilah Strawbery? Menurut beliau, buah strawberry eksotis
dan indah. Namun, begitu terkena benturan atau tergesek sikat gigi, ia mudah
koyak dan hancur. Beliau menilai, generasi saat ini banyak yang “manja”, mudah
hancur digerus kompetisi dan ketidakpastian. Dengan menulis buku ini, beliau
ingin menyadarkan para orangtua untuk mendidik anak-anak menghadapi kegagalan,
mengajari keterampilan hidup, self-regulations dan biasa membuat keputusan.
Berikut
adalah beberapa tulisan yang paling menarik bagi saya:
- Working Memory Anak-Anak Kita
Working memory adalah kemampuan mengelola informasi dengan cepat seperti
halnya computer mengolah data. Kita harus terampil menyimpan beberapa
informasi, sementara informasi lain berdatangan dan kita harus memilih yang
mana yang harus didahulukan tanpa melupakan yang datang lebih dulu.
Orangtua harus memperhatikan kualitas working memory pada anak. Perilaku
yang perlu diwaspadai misalnya jika anak meninggalkan tugas sebelum
diselesaikan, sering berkhayal tanpa kejelasan, tidak mengerjakan PR dari
sekolah, sering lupa jawaban yang beberapa detik sebelumnya dia ingat, dering
kacau menata atau memasang sesuatu, hingga gagal menyusun dua kalimat jadi
satu.
Sangat penting untuk anak terampil working memorynya agar menjadi
pribadi yang unggul dan bertanggungjawab, tidak pelupa dan mampu keluar dari
masalah yang dihadapi.
- Deep Understanding
Dalam mempelajari sesuatu, alangkah baiknya kita tak hanya sekedar tahu
kulitnya, melainkan juga memahami konsepnya secara mendalam. Deep understanding
merupakan salah satu dari 7 pilar pedoman belajar selain mampu berpikir
kompleks dan menjadi pemecah masalah, kreatif tapi reflektif, menjadi
contributor yang bertanggungjawab, termotivasi dan terkendali, independen
tetapi interdependen, dan mampu menjadi komunikator yang efektif.
- Keluar Dari Sangkar Emas
Di bagian ini saya menemukan latar belakang mengapa beliau menugaskan
mahasiswanya untuk ke luar negeri sendirian, ke tempat yang jauh, cari uang
sendiri, tanpa orangtua, kenalan, atau jemputan.
Beliau sepakat dengan Agustinus dari Hippo, “Those Who Do Not Travel
Read Only One Chapter”.
Sayangnya banyak orangtua yang terlalu protektif dan menganggap anaknya
akan celaka kalau pergi sendirian. Padahal, dengan cara keluar dari sangkar
emaslah anak bisa memaksimalkan potensi yang ia punya, bisa melakukan hal yang
lebih dari yang mereka pernah bayangkan, melatih kemandirian dan mengambil
keputusan.
- Kalau Ingin Anak Hebat, Orangtua Harus Berubah!
Masih berkaitan dengan tulisan sebelumnya, sebagai orangtua hendaknya
berani melepas anak-anaknya. Orangtua yang terlalu banyak mengatur hanya akan
menghasilkan anak-anak yang meskipun secara akademik IPKnya tinggi, namun sulit
mengambil keputusan dan juga sulit berbaur dengan orang lain.
Ketakutan orangtua yang berlebihan bisa membuat anak-anak “lumpuh” dan
bermental penumpang. Mental penumpang berarti hanya ingin duduk atau bahkan
tidur, tahu-tahu sampai tujuan. Seharusnya kita mendidik anak bermental driver
yang bertanggungjawab menggerakkan kendaraan sampai tujuan, memastikan keamanan
dan ketersediaan bahan bakar, mengambil keputusan, hingga memastikan penumpang
nyaman dan senang selama perjalanan. Mental aktif bukannya pasif.
Masih banyak lagi tulisan yang saya suka. Termasuk tentang kenyataan
bahwa pendidikan yang sebenarnya adalah nonformal (di luar sekolah), tentang
kurikulum pendidikan Indonesia yang terlalu banyak mata pelajaran, dan lain
sebagainya.
Buku ini wajib dibaca oleh orangtua jaman now agar generasi masa depan
dapat menjadi pribadi-pribadi berkualitas dan memiliki daya saing di era yang
penuh dengan ketidakpastian ini.
Recommended!
makasi mb penasaran pengen beli bukunya :)
BalasHapusSemoga saja gak ada yang jadi generasi strawberry yang lemah, bukunya wajib dibeli nih :D
BalasHapusBuku yang bagus untuk panduan orang tua dalam mendidik anak.
BalasHapus