Sabtu, 17 September 2011

Puisi: Laut dan Langit

Sebenarnya tiap @writingsession melempar tema baru, saya pengeeeeenn banget bikin cerpen utuh dengan kalimat pertama yang nendang, pilihan kata yang "wow!" dan ending yang ga disangka-sangka. Apa daya, cerpen lain yang sedang saya garap belum selesai padahal cerpen itu udah mulai ditulis berabad-abad lalu *lebay*. Dengan keterbatasan durasi, saya cuma bisa bikin puisi. Hiks hiks. Tapi lumayan lah dibanding gak sama sekali kan?

Jadi tema @writingsession kemarin adalah LAUT. Saya pun mencuri sedikit waktu kerja saya untuk menulis beberapa bait puisi. Pada akhirnya, memang sih karya saya itu ga menang Best Of The Night tapi tapiiii... tumben-tumbenan nih adminnya ngasih komen! Asiiiik..

Aku share ya.


Laut dan Langit

aku laut
engkau langit
manusia mengira, kita bertemu pada cakrawala
padahal tidak begitu adanya

laut mengusap pantai dengan ombaknya
langit bercengkerama dengan awan-awannya
manusia di pantai melihat kita bersama-sama
padahal kita hidup sendiri-sendiri

warnaku biru laut
warnamu biru langit
apakah manusia tahu, biruku sebenarnya adalah pantulan birumu?

adakah manusia yang benar-benar memahami kita
tak melihat dari indahnya saja

karena aku laut dan engkau langit
meskipun serasi,
mustahil duduk saling bersisi.

Komentar admin:
Pertama kali membaca puisi ini, admin langsung sadar bahwa di dalam puisi ini tidak ada satupun huruf kapital yang digunakan.
Berhubung puisi adalah karya yang bebas (terlalu bebas, malah), saya penasaran sendiri, apakah ada filosofi tersembunyi di balik fakta tersebut. (masih belum terjawab sampai sekarang)

Metaforanya bagus. Meskipun laut dan langit sama-sama biru, tetapi mereka biru yang berbeda. Meski berbeda, tetapi yang satu hanyalah pantulan dari yang lain.

P.S : pertanyaan singkat, manakah yang memantulkan biru? Apa laut = pantulan biru langit, atau langit = pantulan biru laut? Ada teori yang mendukung keduanya loh ;)


Hohohhoo..
Saya balas komen admin ah.. (meskipun saya gak yakin admin akan mampir ke blog ini dan membaca balasan saya)

Ya, memang saya sengaja gak pake huruf kapital. Ada alasannya tapi ga ada filosofinya. Jadi sebaiknya saya rahasiakan saja karena alasannya ga seru banget :p

Metaforanya bagus? Trims. Sebenarnya saya agak maksa memuat tentang pantulan biru itu karena secara makna ga ada hubungannya dengan bait pertama dan terakhir. Tapi bisa-bisa aja sih dihubungkan kan ada tali *apasih

Ketika menulis puisi ini, saya berpikir lautlah yang memantulkan warna langit. Setelah membaca komen admin, saya baru ingat tentang teori yang menyebut bahwa langitlah yang memantulkan warna laut. Tidak usah diperdebatkan. Mungkin mereka saling memantulkan warna satu sama lain (???)

Eniwei, puisi ini saya kirim buat dibedah di tempat belajar saya menulis: Kelas Cendol. Penasaran deh pengen tahu komentar para cendoler.

Kalau komentarmu, apa? :)

3 komentar: