Rabu, 17 Agustus 2016

Kesan dari Novel My Bittersweet Marriage

Semangat ngeblog lagi ngedrop total nih. Kalau mau beralibi, mungkin karena laptopnya tidak selalu berada di depan mata *hah?!*, juga karena pikiran terlalu fokus sama dagangan online. Jujur sedih banget melihat blog ini jadi terbengkalai. Mungkin kalau saya gak ikut Arisan Link Blogger Perempuan, saya ga akan posting apapun selama 2 bulan terakhir. Ckckck

Saya pikir, mungkin saya kurang 'asupan' untuk menulis: buku bacaan. That's why saya akhirnya memutuskan menyewa buku lagi di Pitimoss Bandung dan buku fiksi yang saya pilih kali ini adalah My Bittersweet Marriage oleh Ika Vihara.



Saya ambil novel ini karena judulnya. Hahahaha
Yah, soalnya saya merasa pernikahan saya juga rasanya bittersweet gitu. Happy-happy pahit dikit. Xixixi
Emangnya ada pernikahan yang 100% isinya happy mulu? mustahil, Jenderal!

Tiap pernikahan punya konflik. Dalam novel ini, konflik yang diangkat adalah menderitanya seorang istri bernama Hessa yang memutuskan menikah dengan Afnan, seorang indo yang berkewarganegaraan Denmark. Hessa yang setelah menikah ikut suaminya ke Denmark, merasa homesick, tidak nyaman, tidak betah, hingga didiagnosis Seasonal Affective Disorder. Sejenis depresi. Tapi Afnan tidak bisa dan tidak ingin tinggal di Indonesia. Hessa tidak punya pilihan lain selain berdamai dengan kondisinya ini.

Membaca novel ini, saya teringat sahabat saya. Ia tidak pacaran, lalu menikah dengan teman lamanya semasa sekolah. Kedua orangtua mereka tinggal di Bandung, namun sang suami ditugaskan di Palu. Sahabat saya pasti dong setelah menikah ikut ke Palu. Tinggal di tempat baru yang asing. Mending kalau suaminya tiap hari selalu pulang ke rumah. Lah ini suaminya sering 'tour' ke kota-kota lain untuk urusan pekerjaan sehingga harus sering meninggalkan sahabat saya sendirian di rumah. Saya sih pasti stres berat kalau jadi dia.

Tempat asing. Lingkungan asing. Sendirian.

Tiiiidaaaaaaks ><

Ok back to the topic.

Sebagai novel pertama Ika Vihara, bagi saya ceritanya cukup enak dinikmati. Karakter prianya relatif sempurna: ganteng, mapan, pintar. Cukup protektif, gak terlalu romantis namun tetap perhatian. Karakter wanitanya lumayan sabar dan dewasa.

Baca novel ini, wawasan saya juga bertambah soal budaya Denmark. Denmark yang minim kriminal tapi masih agak rasis. Denmark yang fasilitas pendidikan dan kesehatannya gratis, hasil dari pungutan pajak yang tinggi bagi pemilik rumah dan mobil. Denmark yang tak banyak merasakan nikmat hangatnya cahaya matahari.

kalau boleh ngasih rating, saya kasih 3,5 dari 5 bintang. Lumayan lah untuk bacaan ringan di akhir pekan ;)

1 komentar:

  1. Yah mungkin memang seperti itulah jika menikah dengan orang jauh atau tinggal jauh dari kapung haalaman setelah menikah

    BalasHapus