Getting married isn’t going to solve our inabilities to wake up for Fajr or get up for qiyam. We need to develop our own selves without expecting marriage to somehow magically change our lives. Marriage can be a great tool of self-improvement and can help us change for the best, with Allah’s will. Marriage is amongst the greatest blessings that Allah (swt) can bestow on a person; and the creation of a family, and taking care of that family, is amongst the greatest acts of worship. But if we are not personally working on ourselves now, how can we expect that it will be easier with the additional baggage of another individual who is also imperfect?’ - Maryam Amirebrahimi
Saya mendapatkan quote itu dari blognya Naya . Di sana Naya curhat tentang dia yang baru nyadar bahwa selama ini keinginannya untuk menikah didasari niat yang ‘salah’. Ingin punya teman halal yang menemani kemana saja dan kapan saja, ingin ada yang ngingetin ibadah, ingin punya teman diskusi sepanjang waktu, sampai alasan ingin menyusul teman-teman yang udah duluan menikah.
Kenapa alasan-alasan itu ‘salah’?
- Ingin punya teman yang menemani kemana saja & kapan saja -> Lah, memangnya pasanganmu ga punya kehidupan sendiri? Dia juga bakal cari nafkah, mengerjakan hobi, kumpul sama teman-teman. Alhamdulillah kalau bisa selalu serumah. Lah kalau jodohmu harus LDR?
- Ada yang ngingetin ibadah -> Serius nih, mengandalkan orang lain untuk mengingatkanmu ibadah? Terus selama ini, belum ada yang ngingetin, ibadahmu gimana?
- Ingin punya teman diskusi sepanjang waktu -> Teman diskusi iya, tapi ya gak sepanjang waktu juga sih. Alasannya sama dengan poin pertama.
- Ingin menyusul teman-teman -> Ayolah. Menikah itu bukan perlombaan.
Saya jadi teringat, teman saya, cewek, pernah pasang status di fb kira-kira isinya begini, “Duh.. pusing! Kalau gini caranya mending nikah aja deh!” Kalau ga salah waktu itu dia lagi pusing urusan kuliah. Skripsi mungkin. Lah terus dengan nikah masalah skripsimu beres, gitu?
Teman saya yang lain juga pernah ingin nikah dengan alasan, “Biar ga usah kerja. Kan udah ada yang nanggung biaya hidup.” Yang membuat saya geleng-geleng kepala tapi diam-diam berdoa, semoga ia mendapat suami yang penghasilannya cukup sehingga ia ga perlu bekerja. Aaamiiin..
Yang saya pahami sih, menikah memang bukan solusi atas masalah-masalah kita saat ini. Masalah kuliah, masalah kerjaan, masalah ibadah, masalah finansial, hingga masalah hati (belum move on, misalnya :p). Semua masalah itu ga akan otomatis selesai dengan menikah. Justru, masalah-masalah itu harus diselesaikan dulu, karena nanti saat menikah kita akan menghadapi masalah-masalah lain.
Sekarang saya mengerti kenapa orangtua saya ga pernah menuntut saya untuk buru-buru menikah. Mereka keukeuh pengen saya bisa mandiri dulu. Dengan mandiri, berarti saya dianggap sudah bisa menyelesaikan masalah sendiri. Kalau pakai bahasa ayah saya, “Papa dan mama ingin Sinta siap dengan bekal yang cukup untuk hadapi gelombang kehidupan yang tidak ringan.”
*tsaaaah.. Bahasanya!
Jadi..
Mari selesaikan masalah masing-masing saat ini sebelum nanti menikah dan menghadapi masalah-masalah yang lebih besar.
Sepakat? :)
#okesip