impian itu sama dengan kepengen kamu makan ayam KFC untuk dinner, padahal kamu malas luar biasa untuk keluar membelinya, mana hujan, harus naik angkot dan pulangnya jalan kaki, kamu udah membayangkan perjalanan itu adalah ngga enak, ngga nyaman, ngga senang
Pas baca itu, aku ngomong dalam hati, ”Ya elah Din, telpon 14022 aja kali,” Heuheu.
Tapi..
membaca postingan itu mengingatkan aku pada niatku untuk menulis tentang mengejar impian, yang aku analogikan seperti mendaki gunung.
Tanggal 1 Mei lalu, aku bersama empat orang teman kuliah mendaki Gunung Geulis, Jatinangor. Karena aku ga ingat pernah naik gunung sebelumnya (seringnya naik turun bukit), anggap saja itu adalah kali pertama aku naik gunung; pertama kali masuk hutan MALAM HARI, salah kostum, pake sendal, dan ga bawa senter. Hohoho..
Sang penunjuk jalan sama amatirnya sama yang lain. Jadilah kami nyasar. Mencari jalan ke sana kemari, menemukan jalan buntu tertutup tanaman tak tertembus, balik lagi, nyari jalan lagi, begitu seterusnya sampai akhirnya menemukan jalan yang benar.
Kalau ga nyasar, perjalanan menuju puncak memakan waktu 3 jam. Nah, karena nyasar, kami yang mulai berangkat dari kaki gunung jam 9 malem, nyampe nya jam 3 pagi! Wooohooo... *kaki lemes*
Dengan perjalanan yang lumayan berat, aku ga rela dong, itu jadi sia-sia. Harus ada yang harus aku dapat, minimal hikmahnya. Hehe. Makanya, aku menganalogikan mengejar mimpi tuh seperti naik gunung.
Penuh perjuangan, Cin!
Nih ya, alasan kenapa mengejar mimpi itu kayak naik gunung:
1. Perlu persiapan
Pertama, harus tahu mau menuju kemana, harus ngerti peta, tahu rute, harus bawa perlengkapan memadai.
Waktu naik gunung, kami hanya membawa 1 senter dan 1 emergency lamp untuk berlima! Karena perjalanan lebih lama dari yang direncanakan, di tengah jalan dua-duanya mati dong! Jadilah kita mengandalkan cahaya bulan. Yuwk.
Harus siap fisik dan mental juga pastinya.
2. Selalu ada hambatan
Penerangan kurang, gelap, ga ada penunjuk jalan (ya iyyaalah!), jurang, nyasar mulu, ditempelin ulet (hiiiiy..), bawaan berat, adalah beberapa hambatan yang menyapa (deuh, menyapa!)
Tapi semua halang rintang jangan sampai menghentikan langkah dong. Apapun hambatannya, maju terus…!
3. Tetap semangat, pantang menyerah.
Ada saat-saat dimana kita begitu lelah sehingga ingin berhenti, atau lebih parah, pengen balik lagi alias pulang.
Bahkan setelah kita berada di jalur yang benar, nyali jadi ciut karena perjalanan tampak masih jauh dan sulit, padahal kaki rasanya udah mau patah.
Tapi kalau begitu, sia-sia dong?
Pokoknya, ga boleh nyerah!
4. Nikmati proses, bukan hasil
Di kosan, seorang teman yang aku ceritakan tentang pengalamanku naik gunung, bertanya,
Dia : ”Terus di puncak, ngapain teh?”
Aku : ”.... tidur,”
Dia : ”Hah? Bo’ong! Masa tidur?”
Aku : ” Ya abis ngapain lagi? Capek, pegel, ngantuk, ya tidur lah!”
Jujur saja, keadaan di puncak di bawah ekspektasiku. Aku kira, akan ada padang rumput, dimana kita bisa melihat pemandangan seluas mata memandang.
Ternyata sodara-sodara, ilalangnya tinggi-tinggi banget!
Jadi pemandangannya cuma kelihatan sepotong.
Masih lebih bagus pemandangan citylight yang kami lihat di tengah perjalanan menanjak.
(ya, sebelumnya saat mendaki, kami sempat istirahat agak lama di tengah jalan curam, sambil menikmati citylight Jatinangor yang sangat indah)
Jadi, nikmatilah perjalanan dan pemandangan sekeliling dalam menggapai mimpimu, kawan.
Jangan sampai cuma dapet capek doang..
Selamat mengejar mimpi! :)
Cobain Galunggung Tasikmalaya....uih seru
BalasHapusGunung Geulis, bukit kecil penuh kenangan, pelipur lara buat sebagian mahasiswa Jatinangor.
BalasHapusLikes this post, mantap!
main-main k blog sederhanaku jg dong...
willylandscape.blogspot.com