Senin, 14 November 2022

Mengukur Efektifitas dan Efisiensi KOL / Influencer Marketing

Pada suatu hari, seorang influencer bernama Sintamilia memposting sebuah video di Tiktok mempromosikan produk mainan anak dari brand CuteSmartHandsomeSolehKidS. Dari video yang diposting tersebut, ada 10 orang yang berbelanja melalui keranjang kuning dengan total omzet 1 juta rupiah.

Pertanyaannya adalah..

- Apakah menilai performa Sintamilia ini cukup dengan revenue/omzet yang dihasilkan dari video itu saja?

- Bagaimana jika penonton video Sintamilia ini tidak membeli langsung via video Tiktok tsb, melainkan mikir-mikir dulu, cek IG dulu, dan ujung-ujungnya beli di marketplace atau WA. Nah loh!


Mungkin itulah permasalahan yang sering ditemui oleh brand owner. Saking membingungkannya, mereka merasa mengukur efektifitas dan efisiensi KOL itu tidak mungkin bisa. Jadi mereka pasrah saja kalau boncos. Mereka menyebutnya : bakar duit.

Sebenarnya boncos itu normal. Tapi ga mau dong, boncos selamanya?

Kita juga harus bisa mengevaluasi, biar ke depannya kita bisa tahu apa yang perlu diperbaiki. 

Kalau sukses dan ga boncos, kita pun akan tahu bagaimana untuk scale up.

Kemarin (13 November) saya berkesempatan untuk ikut webinar dari @dnvb.id dengan topik KOL Management : How To Create, Manage, & Automate Influencer Marketing.



Materi dibawakan oleh Teuku Muhammad Mayoga Itqan (Yoga) dari brand Jiera. Contoh kasusnya dari campaign Lip Serum Jiera yang dipromosikan puluhan influencer baik itu Makro (500 ribu-1 juta followers), Middle (100 ribu-500 ribu followers), Mikro (10 ribu -100 ribu followers), dan Nano (<10 ribu followers).

Isi materinya penting dan menarik. Hanya saja, menurut saya cara penyampaiannya mesti lebih baik lagi karena kemarin itu terlalu banyak menyebut kata variabel. Heuheu



Saya mengerti sih, beliau berusaha menjelaskan pola pikir dari akar masalahnya. Kemudian goalsnya diubah jadi satuan agar bisa dihitung secara matematis. 

Cuma nih, ngomongin variabel seperti itu cocoknya kepada mahasiswa yang sedang mau menyusun skripsi kuantitatif. Kalau untuk orang awam yang butuh insight praktis, kesannya Mas Yoga ini teoritis, ga relevan, dan agak bertele-tele.

So, di sini saya mau coba merangkum pakai bahasa sesederhana mungkin, dan ga akan pakai kata variabel. Hihihi

Oke lanjut!

 

Goalsnya adalah omzet setinggi-tingginya dan viral :D

Di sini beliau tidak menyebutkan target angka. Mungkin supaya tidak dijadikan patokan juga. Soalnya tiap brand dan industri pasti targetnya beda. Lagipula yang namanya pemasukan bisnis dan viral itu nyaris tak ada batasannya bukan? 

Nah, untuk mengukur efektifitas dan efisiensi, beliau menyebutnya Return of Investment Marketing (ROMI) yaitu revenue dibagi dengan cost yang dikeluarkan. Sesimpel itu guys.

Untuk mengukur viralitas (ada gak siy istilah viralitas? ngarang nih saya. hahahaha) yaitu dengan mengukur Engagement (like, komen, share), trus dibandingkan juga dengan cost.



Dengan kekuatan Excel/Spreadsheet, pada akhirnya kita akan bisa melihat..

- Influencer mana yang menghasilkan omzet terbanyak?

- Influencer mana yang menghasilkan engagement paling mantul/viral?

- Size influencer mana yang paling banyak mendapatkan cuan? Makro/Mikro/Nano?

- Influencer kategori apa yang paling efektif, skinfluencer/makeup/cewe cantik/cowo ganteng?

- Mau lebih 'pusing' lagi juga bisa : Brief mana yang lebih oke hasilnya, brief A (hardselling) atau brief B (softselling)? PIC mana yang paling pinter manage KOL nya, Kak Bela atau Kak Didi? Bisa diukur gaes! :D

Pusing ga? Selamat, itu pertanda otak kita sehat karena masih bisa ngebul. Xixixi



Sekarang udah tahu nih ya cara ngukurnya.

Next yang kudu saya cari tahu selanjutnya adalah..

- Bagaimana cara mendapatkan KOL yang cocok dengan brand kita?

- Bagaimana cara approach dan negosiasinya?

- Bagaimana cara mendapatkan insight performa konten influencer? Katanya tidak semua influencer bisa/mau melaporkan ini pada brand.


Tapi..

Belajarnya dimana yaaa

Punya rekomendasi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar