Telat banget dah saya baca buku ini. Cetakan ke-4 tahun
2015, saya bacanya Agustus 2017. Mungkin mahasiswa yang ceritanya ada di buku
ini udah pada lulus semua. Heuheu
Sumber gambar: Bentang Pustaka |
Sungguh beruntung mereka yang diajar oleh Prof. Rhenald
Kasali, Ph.D. Beliau sangat paham bahwa metode belajar terbaik adalah dengan
‘terjun’ ke lapangan.
Kalian harus nyasar
biar belajar. Begitu salah satu nasehatnya. Maka di mata kuliah Pemasaran
Internasional yang ia pegang, seluruh mahasiswa diberi tugas untuk pergi ke
luar negeri sendirian. Negara yang dikunjungi tidak boleh berbahasa melayu
seperti Malaysia, Singapura, Timor Leste dan Brunei Darussalam. Beneran disuruh
nyasar ini mah. Hihihi..
---
“Ma, gimana kalau Abang atau Adek ditugasi dosennya untuk
keluar negeri sendirian?” tanya saya pada Mama, meminta ia membayangkan kalau 2
adik termuda saya yang kini berstatus mahasiswa, harus melancong jauh.
“Wuaaaa.. nangis Mama,” jawabnya spontan :D
Xixixi, padahal adik-adik saya itu laki-laki loh. Coba
bayangkan kalau anaknya perempuan, satu-satunya pula. Pasti lebih berat lagi.
Izin orangtua bisa jadi kendala bagi mahasiswa. Kendala lain
misalnya saat pengurusan visa, mencari tiket dan penginapan, mengumpulkan
biaya, dan tentu saja bahasa.
Membaca buku ini seperti membaca buku petualangan. Ditulis
dengan sudut pandang orang pertama, saya jadi terbawa deg-degan, takut,
penasaran, hingga haru.
Dari 30 pengalaman mahasiswa di buku ini, favorit saya adalah cerita Destiara Putri yang pergi ke Filipina. Gaya penulisannya runtut dan sinematis, sepertinya dia punya jam terbang yang tinggi dalam
menulis *sotoy*. Hal spesial lainnya adalah di saat mahasiswa kebanyakan
menginap di hotel, dia memilih nginap di rumah penduduk karena gratis. Ya, dia
termasuk mahasiswa yang sebenarnya have no budget for travelling. Tapi dengan
izin Allah serta dukungan keluarga, toh dia tetap bisa pergi juga bahkan
mendapatkan keluarga baru di Filipina.
Hal menarik lainnya adalah pengalaman Ananda Rafi yang pergi
ke Dubai. Di pesawat dia duduk di dekat sepasang suami istri Arab, yang mana
suaminya itu keberatan dengan adanya laki-laki asing yang duduk di dekat
istrinya. Protektif sekali yak. Belakangan saya tahu bahwa kebanyakan orang
Arab seperti itu. Wanita Arab juga tak nyaman duduk sebelahan dengan pria non
muhrim di pesawat.
Pengalaman Aland di India juga menarik meskipun banyak gak
enaknya. Tapi saya ga mau spoiler lagi deh, biar yang belum baca bisa cari
sendiri bukunya yak.
Salut banget deh sama semuanya. Semoga suatu hari nanti bisa
ke luar negeri juga. Tapi ogah kalau sendirian. Udah punya suami ya mesti
bareng dong ;)