Kamis, 27 Februari 2014

Menikahlah Sebelum Mapan


Seorang teman di Facebook membagi sebuah postingan status dari Ust. Adriano Rusfi yang menurut saya cukup anti-mainstream. Kenapa? Lihat saja, di saat banyak orang berpikir untuk memapankan diri sebelum menikah, beliau justru menyarankan untuk menikah sebelum mapan! Sebuah pemikiran yang seringkali tidak populer di antara para orangtua yang ingin menikahkan anaknya (terutama bila anaknya perempuan).

Alasan Ust. Adriano pun lumayan serius, "Agar anak-anak Anda dibesarkan bersama kesulitan-kesulitan Anda."
Saya jadi ingat ketika saya memperkenalkan teman dekat yang belum mapan pada orangtua. Ibu saya awalnya agak keberatan karena tidak ingin saya hidup dengan kesulitan materi, seperti dulu saat Ibu saya menikah dengan Ayah.

Mengapa akhirnya orangtua saya merestui kami menikah? Jawabannya bisa jadi seperti kalimat ketiga Ust. Adriano, bahwa orangtua saya (dan anak-anaknya) telah merasakan ajaibnya kekuasaan Allah.

Sebenarnya ayah saya memiliki gaji yang lebih dari cukup untuk menghidupi anak istri. Namun masalahnya, ayah saya adalah seorang yatim, anak laki-laki pertama yang juga harus membantu menghidupi ibunya dan 5 orang adiknya. Itulah yang membuat kehidupan keluarga kami agak sulit pada awalnya.

Namun ayah saya ikhlas, dan terbukti seiring berjalannya waktu, kehidupan semakin membaik, bahkan ayah saya pernah mendapatkan hadiah perjalanan Haji gratis dari kantornya. Sebuah kesempatan yang secara logika sebenarnya sulit jika mengandalkan diri sendiri karena keluarga kami bisa dibilang tidak memiliki tabungan.

Kami anak-anaknya tumbuh dengan gizi baik, sehat, ceria, terpenuhi berbagai kebutuhan meskipun tidak memiliki harta berlebihan. Sama sekali tidak pernah merasa benar-benar kekurangan. Saya yakin itu karena orangtua kami berusaha untuk selalu bersyukur atas rezeki yang kami terima, dengan harapan Allah akan selalu menambah rezeki seperti yang Ia janjikan.

Kembali ke soal restu. Sejak awal, ayahlah yang lebih memahami perasaan calon suami saya saat itu, karena memang Ayah pernah berada di posisi yang sama 28 tahun yang lalu. Ayah saya yakin, meskipun saat ini belum mapan, selama sang laki-laki selalu berikhtiar dengan sungguh-sungguh, berdoa, solat tepat waktu, banyak bersyukur, bersedekah, dan tawakal, insya Allah kami tidak akan hidup berkekurangan, karena Allah sudah menjamin rezeki kami bahkan sebelum kami lahir. Ayah saya sudah membuktikan bahwa Allah Maha Pemberi Rezeki, Maha Mencukupi.

Jadi demikianlah. Akhirnya kami menikah, meski belum mapan (dalam artian belum memiliki rumah sendiri dan segala perabotannya).

Namun saat ini kami merasa cukup dengan tempat tinggal kami sekarang (ngekos), bisa makan dengan menu baik, bisa jajan dan jalan-jalan dalam kota. Semoga kami dapat selalu bersyukur dan merasa cukup, dengan terus berikhtiar.

Tidak ada manusia yang ingin mengalami kesulitan dalam hidupnya. Namun kesulitan selalu datang bersama kemudahan, dan dengan "paket" kesulitan+kemudahan yang Allah berikan itulah ia menunjukkan kekuasaan-Nya.

Terimakasih pada Ayah dan Ibu saya (juga Bapak dan Ibu mertua) yang menikah sebelum mapan, insya Allah kami telah paham hidup adalah perjuangan.

Terimakasih pada suami yang berani melamar saya meskipun belum mapan, semoga dapat mengajarkan pada anak-anak kami nantinya, agar mereka pun paham bahwa..

Hidup adalah Perjuangan.













Selasa, 25 Februari 2014

Raffi Ahmad, Ardina Rasti, Kiwil, Wendy Cagur dll ngucapin Happy Wedding ;)

Hari minggu lalu, saya dan pacar (baca: suami) berangkat ke Cirebon untuk menghadiri pernikahan sahabat kami, +Pengamen Cinta dengan +Nidya Meidhyana yang dilaksanakan hari Senin, 24 Februari 2014.

Pertanyaan besarnya adalah, kenapa SENIN gitu loooh? Kenapa ga sabtu atau minggu dimana lazimnya orang biasanya banyak menggelar pernikahan?

Kalau kata yang cowok sih, perhitungan tanggal baiknya ya 24 Februari.
Kalau kata yang cewek.. itu karena sudah keluar peraturan bahwa penghulu tidak boleh "menerima order" sabtu minggu karena uang yang mereka terima weekend itu termasuk suap. Penghulu hanya boleh bekerja Senin-Jumat seperti PNS lainnya, bahkan pencatatan nikah (akad?) pun seharusnya di KUA. Wew..

Di satu sisi, mungkin benar bahwa penghulu merupakan PNS yang tidak boleh menerima uang dari masyarakat karena toh mereka sudah digaji pemerintah. Tapi mbok ya masak sih ga ada sedikiiit gitu pengertiannya buat mereka yang ingin seluruh keluarga, kerabat, dan teman-temannya bisa hadir di acara akad nikah dan resepsi?

"Kan bisa Mbak, akad nikahnya Senin-Jumat, resepsinya Sabtu/Minggu?"
Bisa sih.. Tapi itu biaya makannya jadi double. Abis akad pasti pihak tuan rumah (biasanya mempelai perempuan) menjamu keluarga pihak laki-laki toh? Resepsi juga seperti itu, bahkan dengan lebih banyak undangan. Gak cuma biaya makannya, tp juga biaya make-up, baju pengantin, dokumentasi, dll.
Intinya semakin lama waktu perayaan, semakin boros jadinya.

Sebagian besar teman-teman pun jadi absen, lebih karena sulit minta izin bolos kerja. Untung saja atasan saya dan atasan suami mengizinkan kami tidak masuk kerja senin kemarin. Kalau tidak, sedih amat ke kondangan mesti dipotong gaji. Ckckck..

Saya perhatikan juga ada beberapa tamu yang datang dengan pakaian PNS. Mungkin mereka izin sebentar menghadiri kondangan sebelum kembali bekerja. Saya pribadi tidak menyalahkan. Bagaimanapun memenuhi undangan pernikahan adalah sunnah bukan? Tapi bagi saya itu jadi pemandangan 'ajaib' saja karena ini pertama kalinya saya lihat orang ke kondangan pakai seragam kerja alih-alih baju pesta :))

Kenapa sih penghulu itu gak diganti aja jam kerjanya, misal dari Rabu sampai Minggu. Senin-Selasa nya libur, gitu.. Jadi gak "mengorbankan" banyak orang. Kalau hajatannya weekdays, kasian ke para undangan karena sulit datang. Kalau banyak yang ga datang, kasian sama yang punya hajatan, acaranya sepi. Kalaupun ada yang datang, kasian yang datang itu harus minta izin bolos kerja bahkan bisa jadi dipotong gaji. Ah.. banyak deh kasiannya. Plus kasian juga kalau ada 1 orang yang dapet 3 undangan pernikahan, tiga-tiganya pas weekdays! Deziigg!

Saya sih berharap peraturan seperti itu direvisi, sehingga saya dan orang-orang lain bisa menghadiri kondangan di hari libur dengan tenang dan nyaman, yang punya hajat senang karena acara ramai, dan para supervisor dan manajer pun tidak perlu manyun karena karyawannya izin untuk menghadiri kondangan. Hihihi.. Aaamiiiin..

Anyway, saya dan suami mengucapkan selamat menempuh hidup baru buat Ceko dan Nidya, semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, langgeng sampai maut memisahkan. Aamiin..
*ga mau kalah sama artis-artis ini :))


Banyak yak artisnya. Mulai Unang, Raffi Ahmad, Gilang Dirga, Kiwil, Yadi Sembako, Krisna bayu & Istri, Ardina Rasti, Denny Cagur, Wendy Cagur, Kiki Farel, Nina Zatulini, Yeyen Lidya, Aming, Ayu Hastari, Daus Sparo, Mega carefansa & Valent :)


























Rabu, 19 Februari 2014

Don't Cry. Smile!

Suatu hari, saya diberi tugas untuk meminta bank mencetak rekening giro perusahaan.
Baiklah.. Sounds easy.

Ekspektasi:
1. Datang ke bank, bilang ke Customer Service Officer (CSO), "Mbak, tolong cetakin rekening bla bla bla yang bulan casciscus ya!"
2. Sang CSO menjawab, "Siap!" lalu pergi ngeprint.
3. Saya pulang dengan hati gembira

Kenyataan:
1. Datang ke bank, dan CSO-nya bilang, "Harus ada permintaan tertulis yang ditandatangani Direktur, Ibu. Saya kasih formnya ya? Surat kuasanya sudah? Yang tahun ini? Belum? Bikin lagi ya.."
2. Saya pulang membawa form, mengisinya, minta tandatangan Direktur, dan beberapa hari kemudian, saya  kembali lagi ke Bank.
3. CSO berkata, "Mohon maaf Ibu, tanda tangan Pak Direkturnya berbeda ni di surat kuasa dengan di KTP. Bikin lagi ya Ibu, surat kuasanya..."
4. I cried. Literally. Saya cape bolak-balik Padalarang-Dago Mbaaaaak :((

Untuk peristiwa keluarnya air mata saya tanpa direncanakan ini, saya menyalahkan PMS.
Iya kamu, PMS! Kamu sudah bikin malu saya!
Sejak kapan seorang Sinta nangis gara-gara masalah secemen itu? Plaaak!

Hufft...
Tarik napas.. hembuskan.. tarik napas lagi.. hembuskan..

Seperti biasa, respon saya jika menghadapi peristiwa tidak mengenakkan adalah mencoba mencari hikmahnya. Pasti Allah punya rencana kenapa saya dikasih ujian ini.

Mungkin.. Allah ingin saya lebih sering ketemu suami. Karena dengan mengurus perbankan inilah saya punya alasan pulang ke rumah saat weekdays. FYI, saya memang (not too) Long Distance Marriage Padalarang-Arcamanik dan biasanya pulang seminggu sekali pas weekend karena Senin-Jumat masing-masing tinggal di mess.

Mungkin Allah tahu saya kangen. Mungkin Allah tahu doi lebih kangen saya *pede abeees :))
Jadi kata Allah, "Udah, sering-sering aja kamu ke kota. Biar bisa pacaran ma suami.."
Xixixi..

Terimakasih ya Allah.. :')

Jadi pengen modifikasi quote nih.

Quote asli:




Quote modifikasi :



Ayaaaaang.. anterin aku ke bank itu lagi yaaaaaah :*