Sabtu, 11 Juni 2011

#indonesiajujur Karena Berusaha Jujur...

Miris banget baca berita tentang keluarga Ibu Siami.
Anaknya, Al, disuruh memberi contekan pada teman sekelasnya saat Ujian Nasional (Unas).
Sang Ibu protes ke Kepsek, Komite Sekolah, hingga Dinas Pendidikan.
Malangnya, warga kampung malah marah, mencaci maki, dan mengusir keluarga tersebut.
Apa-apaan itu..?
Saya sedih banget sampai pengen nangis.. :'(

Saya mengerti sekali, bahwa tidak ada murid, guru, kepsek, atau warga Indonesia yang pengen ada yang ga lulus Unas. Karena itulah, karena Unas hanya menuntut hasil bukan proses, mereka menganggap menyontek itu wajar.

Saya mengerti kekhawatiran warga yang memaklumi menyontek.
Namun pantaskah menghujat, mencaci maki, bahkan sampai mengusir seseorang yang memperjuangkan kejujuran?

Saya pernah menyontek, tentu saja. Siapa yang tidak pernah?
Tapi saya juga pernah dicontek. Kadang-kadang saya rela, tapi lebih sering ga ikhlas.

Membayangkan Al ditunjuk jadi 'tumpuan' contekan, rasanya sakit hati.
Saya tahu rasanya.

Saya tahu rasanya ketika belajar keras, lalu mendapat nilai yang sama dengan yang tidak belajar.
Saya tahu rasanya ketika lelah belajar, dan orang lain yang diuntungkan dengan pembelajaran saya.
Saya tahu rasanya ketika hendak bangga dengan ingatan saya, tapi kebanggaan itu pupus karena teman-teman yang tidak menghafal bisa mendapat nilai yang sama dengan saya karena melihat buku atau menyontek teman.
*sigh*

Jujur memang sulit, dan saya masih berusaha.

Berusaha jujur adalah nilai penting yang selalu saya pegang.
Kejujuran belum pernah mengecewakan saya.

Karena berusaha jujur, saya belajar sebelum ujian. Saya tidak perlu cemas dan gelisah di kelas.
Karena berusaha jujur, saya tidak perlu khawatir berapapun nilai saya, karena saya sudah ikhtiar.
Karena berusaha jujur, saya berusaha hanya melakukan hal-hal yang benar. Saya salat, misalnya, karena saya ingin menjawab dengan baik dan jujur ketika guru ngaji bertanya, "Siapa yang tadi salat?" (ini cerita ketika SD. Sekarang tak ada yang bertanya tentang salat. Salat sudah jadi kebutuhan).
Karena berusaha jujur, orangtua memberi kepercayaan cukup besar pada saya. Saya sangat menghargai dan bersyukur tentang itu. Mereka percaya saya tidak akan berbuat kesalahan lalu menutupinya dengan berbohong.


Seumur hidup saya, berusaha jujur tak pernah mengecewakan.
Sampai hari ini, ketika saya dikecewakan karena kejujuran yang diinjak-injak.

Tapi saya bertekad,
apapun yang terjadi, saya akan berusaha untuk tetap jujur.


Untuk Indonesia Jujur.








1 komentar: