Senin, 25 Oktober 2010

Nurul, My Lovely Sister

Aku dikasih "tugas" sama si Nurul. Ia memintaku menulis tentangnya. Ckckckc.. sungguh anak yang narsis dan ga ada kerjaan.

Sebenarnya aku pernah menulis tentang dia. Tentang sakitnya dia pas bulan puasa, tentang wisudaannya dia.. Tapi dia tetep pengen aku nulis lagi. Dasar manusia, tidak pernah puas. Huehehehehe...

Tapi menurutku tugas itu menarik juga. Akhirnya aku menyanggupi setelah meminta "bayaran" berupa tulisan tentangku darinya. Oh iya dong, kan biar impas. Awas aja kalau dia ga "bayar".

Tapi mau nulis apa ya?
bingung..


Hmmm... baiklah...

Kami adalah kakak beradik yang cukup dekat, akrab, dan relatif akur.
Kadang-kadang suka cemberut, sebal, dan teriak-teriak satu sama lain.
Tapi kalau teriak sih, itu mah bawaan budaya Sumatera. Hahahaha...

Dulu, waktu kecil, kami lumayan sering bertengkar.
Bertengkarnya bisa sampai jambak-jambakan,
dan pastinya aku yang selalu menang (emang ga mau kalah).

Pernah, jaman masih SD, kami bertengkar pas bulan puasa.
Aku bikin si Nurul nangis keras.
Papa bilang puasaku batal karena udah jahat sama si Nurul.
Mendengar itu, ya udah, aku batalin aja (langsung percaya gitu)
Aku pun minum dan berbuka siang-siang. Hahahaha

Aku orangnya paling ga suka kalau adik-adikku melawan aku.
Sifat anak sulung kali ya..
Bukan berarti ga mau ngalah.
Aku bisa banget ngalah. Tapi kalau adik aku nyolot, nah itu deh, baru aku "hajar".

Itu bikin adik-adikku lumayan menghormati aku.
Begitupun si Nurul. Lumayan penurut dia.

Dia paling bete sama aku kalau aku udah ngeberantakin kamar atau minjem barang dia terus ngilangin. Hihihi...


Tapi tentu saja aku sayang sama dia.
Kalau aku ga punya duit, dia pasti memberiku nafkah *dasar aku benalu*
Dia berusaha kenal dan bersikap baik dengan teman-temanku.
Dia suka ngasih hadiah kalau aku ultah..
Dia ga keberatan kalau aku memakai bajunya seperti bajuku sendiri.. Heuheu.

Aku banyak belajar dari dia.
Dia punya lebih banyak pengalaman organisasi..
Dia pinter Photoshop..
Dia perhatian sama adik-adiknya (baca: adik kami, heuheu), suka ngirimin pulsa dan suka jadi tempat curhat mereka..
Dia bertanggung jawab dan rajin bekerja..
Dia rajin puasa sunah..


Pokoknya dia oke banget dah *promosi*
yang perlu "diperbaiki" cuma 2:
satu, SARAPAN (tapi kalau ga ketahuan Mama, gpp juga sih ga sarapan :p)
dua, tolong dong jangan susah dibangunin buat shalat subuh...
Huehehehe...

Piss ah ^_^v



@Nurul:
Bener ga yang kayak gini?
Aku ga tau bgt mau nulis apaan soale.

Meski tulisan ini agak-agak ga jelas, gpp lah ya..
yang penting SAYANGKU PADAMU JELAS,
sejelas apapun yang terlihat di bawah cahaya matahari di siang bolong nan terik *preeeeett...!*

Luv u always,

Sinta
:*

Minggu, 24 Oktober 2010

Jadi, Sahabat Itu Adalah..?

Cerita 1

"Kita udah delapan tahun sahabatan tapi kayaknya kita belum benar-benar saling mengenal. Kau aja baru tahu kan, aku gak suka sayur?" ucap Tessa sambil menusuk-nusuk sayur sisa dalam piringnya.

Aku tidak menjawab.
Ia benar.
Tapi aku tak peduli.
Apakah karena aku baru tahu kalau dia gak suka sayur, itu membuat persahabatan kami batal atau "tidak sah"?

***

Cerita 2

Tidak ada persahabatan diantara dua lawan jenis, ada yang berkata begitu.
Aku lupa siapa yang bilang, tapi aku merasa pernah mendengar sebelumnya.
Mungkin quote dari orang terkenal.

Merespon itu, Rifky bertanya padaku, retoris,
"Jadi kita ini apa, Sin?"
Aku jawab sekenanya,
"Emang lo sahabat gw? Dih, geer amat lo!"
Dia nyengir.

Rifky sering curhat padaku.
Sepertinya ia menganggapku sahabatnya.
Tapi aku tak pernah menganggapnya sahabat.
Tidak akan pernah.

Bukan; bukan karena dia lawan jenis.
Tapi lebih ke..
..karena aku nyaris tidak pernah bercerita apapun tentangku padanya.

***

Cerita 3

"Lihat tuh, dia 'mantan'ku." ucapku.
"Hah? Mantan lo?"
"Mantan sahabat"

Aku membicarakan seseorang, yang dulu nyaris setiap hari bertemu denganku,
Berbicara banyak hal.
Hal-hal yang menarik dan menyenangkan.

Tapi sekarang segalanya berubah.
Kami menjauh.
Ia masih baik hati seperti dulu,
tapi ternyata baik hati saja tidak cukup bagiku.

***




Intinya, ternyata aku sendiri bingung.
Jadi, sahabat itu adalah?












Selasa, 19 Oktober 2010

Lagi, Tentang yang Terlarang di Luar Nikah

Tidak; aku tidak bermaksud bersikap sok suci.

Tidak; aku, yang belum pernah melakukan itu, tidak akan menganggap diriku lebih baik daripada mereka.

Tidak, aku tidak akan bilang bahwa karena ini aku akan masuk surga, sementara mereka akan masuk neraka.

Seorang perempuan pezina saja diampuni dosanya karena memberi minum anjing yang kehausan, dan ulama yang rajin beribadah bisa saja ditolak masuk surga karena riya yang tak disadarinya.

Tidak; aku tidak bermaksud menghakimi mereka.

Tidak; sebenarnya aku tidak mau peduli. Terserah apa yang ingin mereka lakukan.

Tapi jujur saja, aku MERASAKAN sesuatu (tolong jangan salahkan aku, karena aku tak tahu bagaimana mencegah munculnya perasaan-perasaan ini)


Aku merasa sesak. Malu. Sedih. Kecewa. Khawatir. Takut.

Dan semua yang negatif itu terakumulasi menjadi satu: menyakitkan.


Aku memang naif.

Bahkan mungkin terlalu naif.

Kalau mereka (atau kalian) menertawakanku, tertawa saja. Aku akan ikut tertawa.

Hidupku memang “ga seru”, “ ga asik”, dan “membosankan”.


Aku pun tak sempurna.

Aku pun pernah salah, pernah khilaf.

Tapi setidaknya aku berusaha keras untuk tidak membuat Allah murka,

untuk tidak mencoreng muka orangtua,

untuk tidak memberi contoh buruk bagi adik-adikku dan orang lain,

untuk tidak membuat teman-temanku sedih dan kecewa,

untuk tidak menyerah dikalahkan syaitan laknatullah.


Setiap orang bebas menentukan pilihan,

sekaligus harus bertanggungjawab atas segala resiko yang ditimbulkan karena pilihannya itu.


Satu hal yang aku tahu pasti, dan aku yakini,

Keberkahan akan kita dapatkan jika kita menjalani hidup sesuai aturan-Nya.

Itu saja.






*ditulis dengan menahan rasa sakit,

setelah mendapat “berita buruk” dari seorang teman.

Astaghfirullah..

Astaghfirullah..

Astaghfirullah…


Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semuanya.

Amin.



Jumat, 15 Oktober 2010

Beratnya Punya Anak Perempuan...

Woaaaa... tiga minggu ga nge-blog!
maafkan aku sodara-sodara, kemarin-kemarin aku konsentrasi penuh revisi skripsi, yang telah tertunda selama 7 bulan (2 bulan lagi melahirkan tuh T_T)
Alhamdulillah, sudah selesai & mendapat ijazah. Yippiieee...!
Jadi, sekarang bisa nge-blog lagi. Asik asik asik.

Udah pada nonton film Satu Jam Saja belum? Meskipun menurutku ceritanya simpel dan alurnya lambat, tapi aku tetap menyarankan kalian nonton demi mendukung perfilman Indonesia yang berkualitas *tsaaah*. Lagipula, soundtracknya bagus (alasanku nonton ini cuma karena soundtracknya aja sih. Hehe)

Aku nonton Satu Jam Saja bareng anak-anak kosan hari senin malam (11/10) di BIP, and surpraisingly, tiga pemain utamanya dateng dong.. Vino, Revalina, dan Andhika Pratama. Reva bahkan ditemani Agus Ringgo. Hohoho.. (Hmm.. paragraf ini ga penting sebenarnya. Mau pamer aja *halah!*)



Film ini bercerita tentang seorang Gadis yang hamil di luar nikah. Sang pelaku yang notabene sahabatnya sendiri , lari dari tanggungjawab. Pesan moral film ini adalah.. Hati-hati dalam bergaul. Bahkan meski ga pacaran, meski statusnya sahabat, tapi kalau syaitan lewat dan kita ga punya tameng cukup kuat untuk melawan tuh syaitan sialan, celakalah jadinya.

Mari kita berbelok sedikit.

Aku tidak terlalu suka acara hipnotis Uya Emang Kuya, karena banyak mengumbar aib.
Kita diperintahkan untuk tidak mengumbar aib orang lain.
Allah saja menutupi aib kita. Masa’ kita membongkar aib sendiri? Ga banget lah pokoknya.

Tapi aku pernah melihat satu episode yang agak bagus. Uya menghipnotis ibu dan anak perempuannya. Dalam keadaan tidak sadar, sang anak bercerita kalau dia merasa dikekang oleh sang ibu, sehingga ia pacaran backstreet. Sementara ketika sang ibu dihipnotis, beliau bercerita kalau ia sangat mengkhawatirkan pergaulan anak jaman sekarang. Sikapnya yang protektif pada anaknya itu adalah karena dia sayang dan tidak ingin anaknya terjerumus. Di akhir acara, sang anak meminta maaf pada ibunya sambil menangis. Mereka berpelukan.

Ah, mengharukan sekali. Melihat itu, aku jadi teringat Papa.

Beberapa bulan yang lalu, aku pernah mendapat sms dari Papa. Isinya kira-kira begini, “Sinta & Nurul, hati-hati ya di sana. Jangan sampai melakukan hal yang dilarang agama”.

Hah? Apaan nih? Ga ada angin, ga ada hujan, tiba-tiba Papa ngirim ini? Emangnya aku ngapain?

Aku bingung dan ga tau mesti merespon bagaimana. Ada beberapa hal yang dilarang agama. Tapi tentu saja yang dimaksud Papa bukan membunuh, merampok, atau korupsi. Kita semua tahu lah ya, apa konotasi "hal yang dilarang agama". Sms itu ga aku balas.

Papa lalu mengirim sms lagi yang menceritakan bahwa tetangga kami, Pak Haji Entahsiapa, yang anak perempuannya hamil di luar nikah. Oalaaah. Jadi itu alasannya Papa ngirim sms ‘aneh’? Akhirnya aku balas sms Papa dan meyakinkan beliau kalau insya Allah kami akan baik-baik saja di sini. Kami saling menjaga dan mengawasi satu sama lain.


Beberapa waktu kemudian, ketika aku pulang ke Batam, aku mendapat cerita versi Mama. Mama bercerita, ketika Papa mendengar tentang anak perempuan Pak Haji Entahsiapa itu, raut muka Papa tiba-tiba berubah. Papa terlihat sediiiiiiiiiiiih.. sekali. Belum pernah Mama melihat Papa sesedih itu (FYI, Papa emang hampir ga pernah terlihat sedih. Dapet cobaan hidup seberat apapun, ia selalu tampak cool, calm, & confident. Heuheu). Mama yang heran lalu bertanya, “Kenapa pa? Kok sedih?”. Papa menjawab,

“Dia yang tinggal sama orangtuanya aja bisa seperti itu. Gimana anak-anak kita, yang jauh dari pengawasan?”

Ya Allah.. Betapa khawatirnya Papa pada kami! Jadi terharu.. Hiks hiks..

Mama sendiri merasa ga sedih, biasa aja tuh (emang, dasar :p). Mungkin karena Mama punya feeling & naluri keibuan yang kuat, jadi kalau anak-anaknya macem-macem pasti langsung ketahuan. Tapi bukan berarti Mama ga peduli. Dulu Mama pernah ngasih aku pilihan, mau diberi kebebasan yang bertanggungjawab, atau, kalau aku belum bisa bertanggungjawab, Mama akan kekang sekalian, biar aman. Aku tentu milih yang pertama dong.

Mama juga pernah menganalogikan, anak perempuan itu seperti gelas kristal. Gelas kristal itu rapuh dan mudah pecah. Kalau sampai retak, nilainya ga akan berharga lagi. Makanya harus dijaga dengan baik.

Mungkin punya anak perempuan memang berat ya. Buktinya, Allah ngasih pahala yang besar bagi para ortu yang berhasil membesarkan, merawat, dan menjaga anak-anak perempuannya. Ada hadist yang bilang, bahwa:

“Barangsiapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta sikap bertanggungjawab, maka baginya adalah surga.”

(Sumber hadist: http://www.scribd.com/doc/27449087/40-keistimewaan-wanita)


...

Udah banyak bukti di sekitar kita.
Seharusnya kita belajar.
Belajar dari Gadis, yang menderita karena akhirnya menikah dengan orang yang tidak ia cintai demi menutupi aib..
Belajar dari Uya Emang Kuya, yang menunjukkan betapa parahnya pergaulan remaja sekarang sehingga sang ibu begitu protektif.
Belajar dari Pak Haji Entahsiapa, yang bahkan dengan embel-embel Pak Haji pun tidak menjamin anaknya "selamat".
So girls,
mari kita sama-sama jaga diri,
saling mengingatkan sesama cewek,
supaya gak ada lagi Gadis-Gadis lain,
yang tak lagi "gadis" ketika menikah.
Luv u all :)

Sumber gambar: Indonesian Film


NB: Mbak-mbak tukang sobek karcisnya mungkin terpukau juga dengan kedatangan artis-artis itu sampai lupa menyobek karcisku. Hihihi..