Sabtu, 20 Februari 2010

Rumah Dara




(Setiap blog yang membahas Rumah Dara pasti memasang gambar posternya. Bosan. Makanya aku pasang foto Rifky Balweel.
Ga nyambung?
Biarin!
Ntar aku bikin nyambung :p)

Suatu hari, aku diajak seorang teman nonton Rumah Dara.
Hmm, kebetulan.
Dari kemarin-kemarin aku pengen banget nonton itu, tapi adikku, Nurul, ga mau.
Maka dengan senang hati aku menerima ajakan temanku yang satu ini.
Demi keamanan, keselamatan, dan privacy sang teman, mari kita sebut saja namanya Rifky Balweel *halah* (nah, nyambung kan, sama fotonya? :D)

Tidak apa-apa ya, kalau aku spoiler disini. Toh filmnya udah lama.
Udah banyak yang nonton.
Aku gak kan mereview. Udah banyak banget blog yang mengulas Rumah Dara.
Aku cuma pengen berbagi pengalamanku ketika menonton film itu.

Kalau harus menggambarkan Rumah Dara dalam satu kata, maka aku akan bilang :
Mengerikan!
Sebenernya sih aku ga takut darah. Mandi darah juga aku berani (ngomong doang :p). Tapi aku ga bisa lihat “proses mengeluarkan darah” dengan cara digergaji mesin, dibacok, ditusuk, dipanah, dan alat-alat lain yang menyakitkan.
Beberapa saat menjelang adegan itu, aku pasti memalingkan muka dari layar.
Kalau udah keluar darahnya, baru deh nonton lagi.
:p

Jadi yang terjadi dalam bioskop adalah seperti ini
Adegan pas Julie, Daniel, dan si Botak lari ke hutan.
Maya melepaskan anak panah ke arah mereka. Si Botak kesakitan.
Aku : Kena apanya dia?
Rifky : Telinganya..

Ibu Dara ikutan melepaskan tembakan panah.
Aku : Siapa yang kena?
Rifky : Ladya
Aku : Kena apanya?
Rifky : Bahunya

Adegan Ibu Dara menghampiri Aming yang ketakutan
Aku : Diapain dia?
Rifky : “…..*sensor*…” (aku ga suka dengar jawabannya)

Adegan Ibu Dara melawan Ladya pake gergaji mesin
Aku : Kena ga?
Rifky : Kena
Aku : Kena apanya?
Rifky : Kakinya
Aku (ngeri) : Putus?
Rifky : Gak. Masih nyambung (ketawa)

Ada lagi.
Aku : Kenapa Aji mati?
Rifky : Kena …*sensor*
Aku : Apanya?
Rifky : Punggungnya

Terus-terusan ‘diinterogasi’ seperti itu, Rifky protes, “SINTA NONTON DONG!”
Huahahaha…
hohoho.. terimakasih..
Tapi aku menonton sesuai kesanggupan aku saja. Hehe..
Diantara semua tokoh, yang aku lihat detik-detik kematiannya dengan mata kepalaku sendiri adalah Mike, Astrid, dan Maya. Cukup. Kematian Aji & Aming aku tanyakan pada Rifky. Yang lain? Ga lihat dan ga mau lihat. Kematian petugas dan kawan-kawan? Ga tau dan ga mau tahu >.<

Ada beberapa hal yang mengusik logikaku.
Kenapa Ibu Dara logat bicaranya aneh?
Kenapa Ladya yang nadinya dipotong, ga mati?
Emang daging manusia bisa bikin awet muda? Panjang umur? Kuat? Ga mempan ditembak? Ga mempan dibakar?
Emang daging manusia enak?
Mau dong… *slurp* :D

Over all, aku bisa bilang Rumah Dara bagus, karena bisa memainkan emosi penonton, khususnya aku. Tapi di lain pihak, aku tidak suka menyaksikan kekerasan.
Aku jadi ingat dengan tulisan Agung Pribadi dari Komunitas Bisa yang pernah aku baca. Ini kutipannya,
Sejak revolusi Iran tahun 1979, Iran adalah satu-satunya Negara di dunia yang berani memproklamirkan diri sebagai Negara yang “Tidak memproduksi film bertema kekerasan dan seks”. Di Iran juga Badan Sensor Film nya sangat ketat.

Apakah Sineas Iran memprotes keberadaan Badan Sensor Film seperti di Indonesia? Tidak! Mereka tetap membuat film. Mereka menekankan untuk memperbagus acting dan penceritaan.

Hasilnya? Film-film Iran sering mendapat penghargaan dalam festival-festival film internasional bergengsi seperti Cannes di Perancis dan Berlin film festival di Jerman. Ketika mendapat kesulitan berupa sensor yang sangat ketat, para sineas Iran mengatasinya dengan kreativitas


Sebenarnya sih, dibanding genre film lain,film thriller Indonesia relatif bagus.
Tapi aku berharap jangan sering-sering diproduksi deh.
Gak baik untuk kesehatan :p

By the way,
Di Rumah Dara, Arifin Putra GANTENG MAUT loh.. Dalam arti yang sebenarnya.
Edward Cullen kalah jauh xp

Foto Rifky nan tampan aku ambil dari www.21cineplex.com

Selasa, 16 Februari 2010

Film: Ambigu


PERINGATAN
TULISAN DIBAWAH INI PENUH SPOILER
JIKA INGIN MENIKMATI FILMNYA DENGAN LEBIH OPTIMAL,
TAK PERLU MELANJUTKAN MEMBACA INI.
TERIMAKASIH.. :-)



1 new message
Tiket Teh Sinta Bwt Pmutarn Jam 2.15 Dah Sy Pegang. Teh Sinta Skrg Dmn? Kmrn Mngkhwtrkn Gtu Teh Sinta Ga Bs Dihubngi


Reply
Ooh.. Gifar. Ya ya. Aq solat dulu y. Bis tu aq k sana


Wow! Ternyata pemutaran film Ambigu di Blitz Megaplex PVJ jam 2.15 !
Aku pikir jam 16.30 WIB. Haha. Parah!
Saat itu jam di kosan menunjukkan pukul 13.10 WIB.
Aku yang baru tiba dari rumah saudara langsung wudhu dan solat Dhuhur.

Ketika berangkat, cuaca sangat buruk. Hujan deras, kilat menyambar, petir menggelegar, angin kencang, banjir besar (oke, mulai lebay), dan di belahan Bandung yang lain bahkan ada hujan es!
Dalam keadaan biasa, cuaca buruk bisa dijadikan alasan valid untuk tidak keluar rumah. Tapi aneh bin ajaib, kali ini dengan semangat ’45 aku menerjang badai untuk menonton film yang.. entahlah aku juga ga tau film apa itu >.<

Banjir yang nyaris selutut di depan jalan Dago Pojok membuat ujung celana yang sudah aku gulung menjadi basah. Lalu di simpang Dago, angin kencang nyaris mengubah bentuk payungku..Untunglah angkot Caheum-Ciroyom yang aku naiki sepi penumpang dan memotong jalan sehingga aku bisa tiba di Auditorium 6 Blitz tepat pukul 14.15 WIB.
Dipikir-pikir, lumayan juga ya pengorbananku. Ah, seandainya aku punya semangat sebesar itu saat mengerjakan kewajiban-kewajibanku…
Kenapa ya, lebih bersemangat nonton bioskop dibanding merevisi skripsi? >.<

Dipikir-pikir (lagi), sebesar apakah motivasiku yang bisa membuat melawan badai seperti itu?
Mari kita lihat. Aku memutuskan menonton Ambigu karena:
1. Beberapa temanku, sesama filmmaker, pada nonton
2. Aku butuh refreshing, tapi ga mau nonton film-film ‘biasa’ yang diputar di 21
3. Kayaknya sih film indie, dan aku ingin mengapresiasi film indie yang tayang di Blitz. Maklum, aku belum berhasil menayangkan film panjang CC ke Blitz. Hiks T.T
4. Niatnya sih, dengan nonton film ini ceritanya aku ingin menunjukkan kalau aku telah kembali ke dunia film (Tsaaaah… gaya, kan? Hehe cem betoool aja!)

Baiklah. Jadi ternyata, Ambigu ini adalah produksi Layar Fikom, sebuah komunitas film yang anggotanya terdiri dari mahasiswa Fikom, baik Fikom-Reguler-Jatinangor maupun Fikom-Ekstensi-Dago.
Wow! Wow! Wow! Like This!

Aku menemukan beberapa anak Cinematography Club yang jadi bagian di film ini. Ada Gifar, Fairuz, Fahri, dan Dimas.
Good!

Sebelum Ambigu diputar, penonton disuguhi film pendek Autisme karya Gifar.
Sesuai judulnya, ini adalah karya “Autis” Gifar dimana dia jadi produser, penulis naskah, sutradara, hingga pemain.
Pemain yang berjumlah tiga orang, diperankan Gifar semua.
Autis parah! Haha.. Tapi hasilnya bagus dong :-)

Ambigu bercerita tentang lima orang mahasiswa yang memproduksi film horor.
Lalu ketika syuting di villa Pondok Ayu, satu per satu kru dibunuh oleh ‘kuntilanak’.
Di akhir cerita, ternyata pelakunya adalah...
jreng jreng...
jangan dikasih tahu ah :p

Perlu diketahui nih, komentarku dan teman-teman cewek pas filmnya lagi diputar:

Komentar 1
“Nih film drama apa horor sih?”
“Gak tahu.. (mikir). Mungkin karena itu judulnya ambigu..”
(jeda puluhan menit)
“Dari drama, jadi horor, jadi thriller..”

Komentar 2
“Pas mereka survei tempat ada yang bawa camdig ga?”
“Enggak. Cuma bawa handycam..”
“Tapi kok tadi ada adegan lihat FOTO-FOTO hasil survei?”

Komentar 3, pas adegan talent datang ke villa
“Kok pemainnya dateng sendiri-sendiri?”
“Iya. Gimana sih.. harusnya kan pemain dijemput kru..”

Komentar 4, pas kru ngurus lighting
“Mana properti syutingnya?”

Komentar 5, pas adegan kru nungguin talent sambil buka-buka naskah
“Itu syuting kayak belajar kelompok”
"Kok krunya cuma 5 orang?”
“Cewek itu jadi kru tapi ga da kerjaan. Main HP mulu,”

Komentar 6
“Kok ada sih kru ngintipin talent ganti baju? Gak segitunya kali..”

Hehehe.. intinya mah, sebagai orang yang pernah merasakan betapa repot dan hectic-nya syuting, kami gak rela melihat betapa sederhananya proses syuting dalam kisah Ambigu itu.

Bagian paling seru adalah ketika kami keluar studio.
Gifar, bagian Screenplay, meminta komentar para sesepuh CC yang nonton.
Dan..
dibantai lah dia.
Hkwkwk..

Kata Lulu, ada “pengkhianatan cerita” di sana. Ketika penonton menebak-nebak pelaku dan motif pembunuhan, siapakah diantara mereka yang tega membunuh teman-temannya sendiri? Eh, ternyata dengan ‘semena-mena’ ada tokoh baru yang berperan sebagai pembunuh, baru muncul di akhir cerita.

Hmm… pengetahuan yang baru bagiku.
Aku ingat, teman-temanku menebak pembunuhnya adalah si A, si B, atau si C. Ternyata mereka semua salah! Siapa yang menyangka akan muncul tokoh baru di akhir film?
Ckckck..

Opini pribadi aku sih (sebagai orang yang masih sangat awam),
filmnya lumayan. Ceritanya simpel, mengalir, dan mudah dimengerti. Akting pemainnya juga bagus. Sayang, gambarnya sering gak fokus. Yang pasti sih aku salut dan ngiri banget sama para krunya yang berhasil membawa film produksinya ke “layar lebar”: Blitz!

Kapan ya, film produksiku masuk bioskop? :p

Buat teman-teman Layar Fikom dan Cine Club.. Tetap semangat berkarya yah...!

Senin, 08 Februari 2010

Artemis Fowl

Pertama kali aku tertarik dengan buku Artemis Fowl adalah ketika masih sekolah. Sampulnya itu loh, hardcover berwarna hijau, dan berkilau-kilau karena ada.. apa ya itu namanya.. pokoknya seperti hologram lah. Dari segi packaging, sangat menarik.

Nah, aku berkesempatan membaca buku itu beberapa hari yang lalu.
Aku membaca buku pertama yang judulnya Artemis Fowl, dan buku kedua yang berjudul Artemis Fowl, The Arctic Insident (Insiden Arktik).


Artemis Fowl
Bercerita tentang peri bernama Holly Short yang diculik oleh seorang anak bernama Artemis Fowl. Artemis menculik peri untuk meminta tebusan berupa emas. Kelakuan Artemis menghebohkan dunia peri. Padahal, Artemis adalah hanya seorang anak berusia 12 tahun! Ia superjenius, super kaya, dan pelaku kriminal.

Aku sempat heran dengan sang penulis yang menyebutkan bahwa Holly Short dan Artemis adalah tokoh protagonis. Bagiku, Artemis adalah tokoh antagonis karena dia licik dan jahat, melihat perilaku dia yang menculik dan mengurung Holly, padahal Holly dan seluruh dunia peri tidak punya salah apa-apa pada Artemis.

Tapi di akhir buku, sang penulis menunjukkan sisi baik Artemis. Artemis meminta peri untuk menyembuhkan ibunya yang menjadi kurang waras karena suaminya (ayah Artemis) menghilang karena kapalnya diserang saat sedang berbisnis.
Meskipun Artemis menyadari bahwa dengan pulihnya sang ibu, ia tidak akan sebebas dulu untuk melakukan apapun (yang ilegal dan kriminal), toh ia tetap ingin ibunya sehat, cantik, dan memperhatikan dia seperti sebelumnya.

Yang aku suka dari buku ini adalah, meskipun tidak ada penyihir, tapi ada para peri bisa tak terlihat, bisa menyembuhkan, dan bisa menghipnotis dengan suara merdunya. Lalu, ada karakter-karakter yang pernah aku temui sebelumnya di buku Harry Potter seperti troll, goblin, pixie, dan kurcaci. Hehe..

Suka banget lah, sama buku ini. Jadi jangan heran kalau aku penasaran dengan buku keduanya:


Artemis Fowl, The Arctic Incident
Ayah Artemis ditemukan hidup! Ia disandera mafia Rusia. Sementara itu, di dunia peri, terjadi kehebohan karena ada goblin mendapat pasokan senjata manusia. Padahal, tidak boleh ada kontak antara dunia peri dengan dunia manusia. Tidak ada manusia yang boleh mengetahui keberadaan dunia peri. Holly Short menduga Artemis lah yang menjadi otaknya.

Artemis terbukti tidak bersalah. Akhirnya mereka justru membuat kerjasama. Artemis harus membantu peri menyelesaikan kasus goblin, kemudian para peri akan membantu Artemis menyelamatkan ayahnya yang berada di dekat wilayah Kutub Utara.

Konflik di buku kedua ini lebih rumit. Ada beberapa bagian yang tidak aku mengerti. Tapi tak apa. Yang penting inti ceritanya ngerti. Hehehe..

Ada satu karakter lucu yang ada di buku Artemis Fowl.
Karakter itu adalah seorang kurcaci bernama Mulch Diggums.
Kenapa lucu? Karena “senjata utama” yang ia punya adalah… (maaf) kentutnya! Hahaha..

Mulch adalah kurcaci yang punya sifat licik dan pintar, menyebalkan, hobi mencuri, dan berkali-kali keluar masuk “penjara” peri. Ia dibenci para “perwira” peri, tapi kemampuan Mulch dalam menjebol sarang lawan tidak bisa dibantah. Ia terkadang dimintai tolong untuk membantu peri memasuki markas musuh lewat bawah tanah (keahlian kurcaci adalah menggali).
Kentutnya pernah membuat Butler, pengawal Artemis yang sangat kuat dan berbadan besar, terjengkang. Gokil kan? Bayangkan sedahsyat dan sebau apa kentutnya! Hahaha..

Di buku yang kedua ini, sisi kemanusiaan Artemis lebih diperdalam. Penulisnya, Eoin Colfer, menunjukkan Artemis yang kesepian, tidak tertarik sekolah, rindu pada ayahnya, kesulitan Artemis bekerja dalam tim, serta kelemahan Artemis dari segi fisik (Artemis sehat, tentu saja. Tapi dia lebih sering menggunakan otak. Urusan fisik selalu diserahkan pada Butler).

Ada dua bagian favoritku dalam buku Artemis Fowl, The Arctic Incident ini.
Pertama, adalah kalimat perpisahan yang diucapkan Holly pada Artemis:
“Untuk mengingatkan dirimu bahwa jauh di balik lapisan kelicikan, kau memiliki setitik cahaya kebaikan. Mungkin sesekali kau bisa meniup cahaya kebaikan itu agar membesar”

Kedua, adalah ketika Artemis ditanya oleh psikolognya tentang siapa orang yang Artemis hormati. Ketika pertama kali ditanya seperti itu, Artemis tidak bisa menjawabnya. Ia terlalu sombong dan arogan untuk bisa menghormati orang lain.

Setelah petualangan menyelamatkan dunia peri dan ayahnya, Artemis diberi pertanyaan yang sama oleh psikolognya. Lalu Artemis teringat Ayahnya yang ia sayangi, teringat Holly yang berani, penuh perjuangan, dan rela berkorban, serta teringat Butler yang selalu menjaganya dari segala bahaya, 24 jam 7 hari seminggu, sejak ia lahir sampai sekarang. Dan Artemis pun menemukan jawabannya.

Owwh.. so sweet..!
Sintamilia like this!
*ngasih jempol*

Sumber gambar dari eurekabookhouse.com

Rabu, 03 Februari 2010

Ketika Aku Gagal

Allah mengujiku.
Dengan kegagalan.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
(Q.S. Al-Ankabuut : 2).

Untungnya, aku ‘ngeh’.
Tidak sedikitpun aku menyalahkan orang lain atas kegagalanku.
Aku menyadari kesalahan-kesalahan yang menyebabkan kegagalanku, dan aku sangat menyesal.
Sungguh menyesal.

Aku mendekatkan diri kepada-Nya.
Menyadari bahwa selama ini agak menjauh dari-Nya,
Dan dengan ujian ini Ia menarikku kembali.
Ah, manusia.
Kalau ditimpa kesusahan, ia mendekat pada-Nya.
Jika diberi kesenangan, sering lupa.
Ya Allah, ampuni hamba..

Alhamdulillah, meskipun aku sedikit merasa sedih, kecewa, dan malu,
Aku menolak untuk terus terpuruk.
Aku memilih untuk bangkit.
Seperti Bob Sadino, Abraham Lincoln, Thomas Alfa Edison dan orang-orang hebat lainnya yang sering gagal, namun pada akhirnya bisa sukses.
Aku ingin menjadi keren seperti mereka.
Mereka pernah gagal. Aku juga.
Mereka kini sukses. Maka aku juga akan sukses, selama aku menyikapi kegagalan itu secara positif.
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
(Q.S. Ali Imraan : 139)

Aku memohon ampun pada-Nya.
Aku perbaiki ibadahku.
Aku tingkatkan ikhtiarku.
Aku berbaik sangka pada Allah.
Aku yakin, jika aku meluruskan niat, melakukan yang terbaik, berdoa, dan bertawakal,
Allah Maha Melihat dan membalasnya pula dengan memberikan hasil yang terbaik.

Sungguh, aku menikmatinya.
Menikmati kedekatanku dengan Allah.
Menikmati usaha-usaha yang aku lakukan
Menerima dengan ikhlas segala ujian-ujian ‘tambahan’ yang menyertainya.
Menikmati proses memperbaiki diri,
Bahkan tanpa memikirkan hasilnya nanti, aku merasa bersyukur dengan segala nikmat yang telah Allah anugerahkan selama ini, terutama Nikmat Iman dan Nikmat Islam.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (Q.S. Al-Baqarah : 45)

Beberapa hari dalam “gemblengan” Allah,
Aku menyadari bahwa,
aku bisa menerima segala cobaan dan ujian yang terjadi dalam hidupku,
bisa menerima segalanya dengan sabar dan ikhlas.
Dengan satu syarat,
Aku harus selalu bersama-Nya.

Jika aku bisa selalu kembali pada-Nya,
bisa selalu dekat dengan-Nya,
maka apapun yang terjadi,
tak ada yang perlu dikhawatirkan

Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal……. (Q.S At-Taubah : 129)

Dan kini, kegagalan yang aku alami dulu,
Berganti menjadi kesuksesan.

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Semoga kesuksesan ini tidak melenakan aku.
Semoga aku bisa mempertahankan dan meningkatkan kualitas & kuantitas ibadahku.

Semoga ke depannya, aku bisa belajar dari ujian Allah kali ini.
Belajar memperbaiki diri.
Belajar berusaha dengan optimal.
Belajar bangkit lagi jika jatuh.
Belajar sabar, belajar ikhlas.

Terimakasih ya Allah..
Terimakasih banyak..

I Love You, So Much..